Dampak Positif Daycare Gratis Bagi Ibu Bekerja
Sebelum menikah saya bekerja di sebuah kantor swasta yang bergerak di bidang solo agent alat elektrik, kemudian sempat berpindah ke perusahaan asuransi, ke penerbitan, dan berakhir mengurus anak di rumah ketika anak kedua saya lahir. Sebenarnya bisa saja karir saya tetap melesat, tapi kondisi dua anak yang butuh pengasuhan saat itu tidak bisa ditinggal bekerja dari pagi hingga sore, bahkan tidak jarang saya pulang malam untuk menyelesaikan pekerjaan di kantor.
Meski bisa berbagi tugas dengan suami, tetap tidak bisa
meninggalkan dua anak di rumah, sementara suami juga memiliki aktivitas
lainnya. Jadilah keputusan berhenti bekerja saat itu merupakan keputusan yang
baik, dan sudah menjadi hal biasa dalam kehidupan berumah tangga wanita resign
karena mengurus anak-anak di rumah.
Namun ketika lahir anak berikutnya kebutuhan semakin
bertambah, mau tidak mau saya sebagai ibu ingin memberdayakan diri agar bisa
menghasilkan materi agar kebutuhan lebih tercukupi dengan baik. Terlebih
sebagai ibu saya memiliki kemampuan untuk bekerja, memiliki pendidikan yang
memadai, hanya karena kondisi saja yang membuat saya resign. Saya lalu
mengambil pekerjaan freelancer sebagai penulis, ini pun tidak selalu berjalan
lancar ketika anak-anak masih kecil.
Dampak Psikologis dan Ekonomi Bagi Ibu Resign Kerja untuk
Pengasuhan Anak
Jujur, sebenarnya berhenti bekerja buat saya itu bukan
pilihan yang mudah, meski wanita yang menikah dan memiliki anak lantas
memutuskan resign atau berhenti bekerja adalah hal biasa terjadi. Secara
psikologi saya merasa gagal dalam meraih mimpi saya untuk bisa memberdayakan
diri di dunia kerja, ada perasaan cemburu melihat teman-teman yang masih bisa
berkarir meski memiliki anak.
Bagaimanapun ketika kebutuhan rumah tangga semakin
meningkat, meski suami memiliki penghasilan akan lebih baik jika disupport juga
dengan penghasilan dua arah, yakni istri. Sayangnya, tidak semudah itu karena
untuk menitipkan pengasuhan anak pada daycare pun biayanya cukup tinggi, bisa
dibayangkan jika lebih dari satu anak? Bisa habis gaji saya, hehehe.
Fakta Bekerja Perawatan atau Pengasuhan di Indonesia Tidak
Dihargai Sebagai Pekerjaan
Ketika saya mengikuti diskusi dengan ILO, yakni
International Labour Organization / Organisasi Perburuhan Internasional yang
memiliki kewenangan menyusun standar-standar Ketenagakerjaan Internasional,
membuat kebijakan & program untuk mempromosikan kerja layak untuk semua
perempuan & laki-laki (Decent Work for All Women and Men),
banyak fakta yang tidak saya sadari dan ketahui tentang pekerjaan domestik
perawatan dan pengasuhan ini. Padahal saya sebagai pelakunya, sebagai ibu yang
merawat atau mengasuh anak.
Mengasuh anak bagi seorang wanita sudah seperti kewajiban,
fitrahnya seorang ibu dan bukan merupakan pekerjaan. Padahal pada tahun 2013,
standar statistik ketenagakerjaan internasional yang terkenal menetapkan bahwa
perawatan yang tidak dibayar adalah pekerjaan. Bayangkan jika pekerjaan saya
dalam mengasuh anak sampai meninggalkan karir saya dinilai dengan materi, tentu
sudah menghasilkan materi yang besar, hehe.
Jadi tugas perawatan atau pengasuhan anak itu memiliki nilai
ekonomi loh, tapi pengakuan terhadap pekerjaan perawatan bernilai ekonomi masih
kurang diakui. Mirisnya, 649 juta perempuan potensial tinggal di negara yang
tidak memenuhi standar ILO, termasuk di Indonesia ya. Hal ini menyebabkan
banyak wanita kehilangan hak untuk bekerja dan berprestasi, bahkan 66,2% perempuan biasa saja meninggalkan penghasilannya
untuk melakukan pekerjaan perawatan.
Termasuk saya yang meski memiliki dampak
psikologis dengan resign dari pekerjaan, tapi pada akhirnya saya mau tidak mau
menjadi merasa biasa saja meninggalkan pekerjaan yang menghasilkan
materi, yang merupakan impian saya, untuk kemudian melakukan pekerjaan
perawatan atau pengasuhan anak di rumah.
Peran Penting Pengasuhan Anak dalam Masyarakat dan Ekonomi
Kesenjangan yang luas dalam penyediaan layanan pengasuhan
anak menurut undang-undang, yakni hanya 21
dari 178 negara memberikan layanan penitipan anak universal dalam undang-undang
mereka untuk anak 0-2 tahun. Dalam arti hanya 1 dari 10 calon orang tua yang
memiliki akses ke layanan pengasuhan anak gratis atau terjangkau.
- Peningkatan pada Kesempatan Kerja bagi ibu-ibu dan pengurangan kemiskinan
- Pengembangan Kognitif Anak
- Produktivitas dan Kinerja Usaha Lebih Baik
- Penciptaan Lapangan Kerja dan Peningkatan GDP (Gross Domestic Product, yang merupakan perhitungan yang digunakan oleh suatu negara sebagai ukuran utama bagi aktivitas perekonomian sosial)
Salah seorang teman saya pernah bercerita, ketika dia tinggal di Jepang untuk mengikuti study suaminya selama beberapa tahun, justru di sana dia dapat lebih produktif. Meski anaknya masih kecil-kecil dan lahir di sana, dia dapat bekerja di salah satu pabrik di Jepang karena anak-anaknya bisa dititipkan di tempat pengasuhan anak gratis yang berkualitas. Sehingga ibu bisa menghasilkan materi, anak tetap aman dan nyaman. Kalau saja di Indonesia bisa seperti ini, mungkin saya dan ibu-ibu lain tidak kehilangan pekerjaannya.
Sebab teman saya tersebut ketika kembali ke Indonesia setelah pendidikan suaminya selesai, nasibnya tidak jauh berbeda dengan saya, yakni tinggal di rumah dan mengasuh anak-anak sepanjang hari. Memang ketika anak-anak bertumbuh dan menjadi mandiri, ibu bisa memiliki waktu lebih longgar untuk kembali bekerja. Namun ketika itu ibu sudah berusia lebih lanjut, dan tidak lagi memiliki banyak kesempatan dalam karirnya seperti dulu.
Tentu saja saya sangat berharap Indonesia menjadi negara
yang sesuai dengan sandart ILO agar wanita yang sudah menjadi ibu memiliki
kesempatan lebih luas untuk memberdayakan diri, dan memiliki haknya untuk
berkarya dan berprestasi tanpa hambatan dalam pengasuhan anak. Terlebih kini
banyak wanita yang memiliki kesempatan untuk menempuh pendidikan lebih besar
ketimbang dulu. Sangat disayangkan jika semua berujung pada kehilangan
kesempatan dampak dari pengasuhan dan perawatan yang dianggap bukan sebuah
pekerjaan bernilai ekonomi. #merawatpunbekerja #ilocareeconomy
27 komentar
daycare memang penolong banget sih, terutama buat buibu bekerja yang gak ada nanny, karena bayar nanny mahal ya mba hiks
ReplyDeletenah kalo misalnya ada daycare yang terjangkau pastinya menyenangkan dan sangat membantut beban ibu bekerja sih karena jaman sekarang kan semua serba mahal ya mba
DeletePerawatan dan pengasuhan anak adalah pekerjaan paling mulia seorang wanita, ada rasa bangga banget gitu dalam hati ketika bisa mengurus rumah dan juga anak - anak.
ReplyDeleteDay care gratis jadi salah satu impian buat ibu bekerja bangeettt, apalagi dibarengi sama kualitasnya juga oke, aku dukung lah mba Eni jadi caleg 5 tahun lagi
ReplyDeleteAku pun dulu ibu bekerja kantoran, tapi dulu ada mamahku yang menemani anakku di rumah saat bunda dan ayahnya bekerja. Tapi memang ya peran daycare ini membantu sekali. Ada teman yang selalu menitipkan anaknya ke daycare setiap hari kerja. Pasti ibu bekerja happy banget kalau ada daycare gratis ya.
ReplyDeleteKalau anak aku suka takut sama orang lain selain orang-orang yang ada di rumah. Bisa jadi solusi juga ya mba kalau aku titipkan ke daycare biar dia bisa lebih sering berinteraksi ma orang lain
ReplyDeleteSaya, 20 tahun lalu, memilih tidak bekerja karena tak mau menitipkan anak ke keluarga. Ga tega juga meminta ibu mengurus anak. Kasihan. Memang sayanya yang mungkin overthinking. Andai saat itu sudah ada daycare pasti saya akan bekerja. Karena saat itu kegalauan saya adalah buat apa bekerja lalu separuh gaji untuk bayar pengasuh anak.
ReplyDeleteJadi... para ibu muda, bekerjalah dengan tenang jika memang harus bekerja, setelah menemukan daycare yang tepat dengan harapan.
Aku juga sempet ngalamin Post Power Syndrom pasca resign dan memutuskan mengasuh anak. Apalagi di kota kecil tuh UMR ngga seberapa dan day carenya mehong. Gaji istri habis buat day care kan sama aja boong. Kalau pemerintah bisa memfasilitasi day care gratis (atau lebih murah) kek di Jepang mah, ibu2 bisa kembali berdaya mencari tambahan penghasilan di luar tanpa khawatir sama anak2 mereka yang dititipin.
ReplyDeleteAku juga sempet ngalamin Post Power Syndrom pasca resign dan memutuskan mengasuh anak. Apalagi di kota kecil tuh UMR ngga seberapa dan day carenya mehong. Gaji istri habis buat day care kan sama aja boong. Kalau pemerintah bisa memfasilitasi day care gratis (atau lebih murah) kek di Jepang mah, ibu2 bisa kembali berdaya mencari tambahan penghasilan tanpa khawatir sama anak2 mereka yang dititipin.
ReplyDeleteBeberapa kantor sekarang memiliki daycare gratis tapi hanya khusus karyawannya saja. Tentu para ibu sangat terbantu sehingga tetap bisa mengembangkan potensi diri dan berkarya.
ReplyDeleteSetuju jika daycare gratis seperti ini ada untuk umum sehingga perempuan punya kesempatan yang sama untuk berkarya meski sudah mempunyai anak
Walaupun sudah punya anak, tetap ya mbak ada keinginan tetap produktif, berkarya, dan berpenghasilan juga. Aku juga ga bisa diam saja, lebih suka punya kegiatan walaupun capek tapi happy. Jadi kalau ada daycare itu sangat membantu banget sih ya
ReplyDeleteMemang untuk memilih lanjut kerja atau berhenti, itu susah banget ya buat ibu-ibu. Karena seolah ada tanggung jawab pengasuhan anak di sana. Kalau ada daycare gratis, alhamdulillah banget lho.
ReplyDeleteAh seandainya saja di negara kita ini ada daycare gratis, atau minimal biaya terjangkau, pasti bakal banyak ibu yang merasa tenang walau tetap bekerja di luar rumah ya.
ReplyDeleteSemoga dengan diskusi seperti ini, pemerintah semakin memerhatikan kebutuhan Ibu dan keluarga Indonesia yaa.. Meskipun pasti menimbulkan perdebatan dengan norma dan lain-lain.
ReplyDeletedaycare yang bagus itu bener2 support buat ibu2 bekerja. Saya sendiri ibu rumah tangga by choice, dan saya mendukung ibu2 yang tetap bekerja formal (tentunya dengan berbagai alasan mereka). Sebab itu, sangat dibutuhkan keberadaan daycare yang bagus dengan harga terjangkau. Suka sediiih kalau baca berita anak2 justru telantar atau kurang perhatian saat dititipkan di daycare yg tidak amanah. Tambah sedih ketika baca2 komen yang malah menjudge ibu yang menitipkan si anak.. Oke, mungkin mmg ada ibu yg kurang tanggung jawab. Tapi tidak semua kasus bisa digeneralisisasi.
ReplyDeleteKebijakan tempat bekerja sangat diperlukan dalam menyiapkan Day care untuk ibu bekerja soalnya pengalaman aku dulu anak pertama disiapkan oleh Yayasan tapi ketika aku pindah tugas yayasannya tidak menyiapkan penitipan anak untuk ibu bekerja
ReplyDeleteNah iya, saya juga resign bekerja karena tidak bisa meninggalkan anak yang masih kecil. Mau dititipkan di daycare tapi jamnya tidak sama dengan jam kantor dan lokasinya juga jauh dari kantor dan rumah.
ReplyDeleteCoba ya di tempat kerja menyediakan daycare gratis, jadi para Ibu juga tetap bisa bekerja. Toh, peran perempuan dalam pekerjaan juga besar. Semoga kedepannya ada , nih.
ReplyDeleteDaycare ini membantu banget buat para ibu yang ngga mau punya baby sitter tapi harus tetep kerja. Akupun kepikiran nitipin anak di daycare kalo pas ada kerjaan tapi ngga bisa bawa anak.
ReplyDeleteDulu di sekitar tempat kerjaku banyak daycare, tapi banyak yang closed akibat pandemi. Jadi kalau ada daycare yang gratis, bakal membantu banget deh.
ReplyDeleteIya ya ...kenapa di tempat - tempat kerja ga dihadirkan saja daycare, diregulasi oleh pemerintah. Ini kan kena semua, pertumbuhan anak yang merupakan generasi penerus bangsa terpantau tumbuh-kembangnya oleh ibu langsung. Ibu juga makin tenang. Perusahaan ada pemasukan lain. Dan tentunya bisa menyerap lebih banyak lagi tenaga kerja dibidang pengasuhan
ReplyDeleteMungkin pendapat saya akan bertolak belakang jauh mbak. Dalam prinsip saya setidaknya sampai sekarang, berdaya tidak harus di luar rumah. Jadi sebagai madrasah pertama untuk anak, mungkin kita sama-sama paham perempuan itu lebih mulia ada di rumah. Mohon maaf ini kaya komen dakwah ya 😆
ReplyDeleteBerharap sekali perkantoran atau tempat kerja di Indonesia bisa mendukung produktivitas Ibu. Karena selain merawat rumah tangganya juga penting untuk aktualisasi diri dan terus berkarya agar Ibu bahagia.
ReplyDeleteBuat ibu yang punya karir bagus tentu day care sangat membantu. Memilih daycare juga wajib menelaah dan menyeluruh karena akan menentukan tumbuh kembang karakter anak yang punya ibu berkarir
ReplyDeletebenar banget ya Mbak, kalau saja ada daycare gratis dari Pemerintah, pasti buibuk tetap bisa bekerja dengan tenang dan tanpa memikirkan resign dari tempat kerjanya.
ReplyDeletesemoga suatu saat Indonesia pun juga bisa mengambil dampak positif dari kebijakan yang diterapkan di Jepang ya perihal daycara dan ibu bekerja ini.
Dulu pas masih single, di kantorku ada program daycare gratis gini loh mba. Sangat membantu sekali untuk ibu bekerja, apalagi dulu daycarenya masih di gedung yang sama. Semoga banyak tempat bekerja yang mengadakan daycare gratis ya
ReplyDeleteKalau ada daycare apalagi yang lokasinya dekat dengan tempat bekerja, tentunya bikin ibu bisa lebih tenang menitipkan bayi juga fokus bekerja dengan baik. Dulu saya memutuskan resign karena anak gak ada yang jaga, pun daycare yang tersedia lokasinya jauh-jauh banget. Akhirnya resign deh
ReplyDelete