Tips Komunikasi dengan Anak Remaja
Kali ini saya mau bercerita tentang anak saya yang sudah remaja, Mba Lintang (17 tahun, November nanti). Banyak orang bilang, enak kalau anak sudah gede, sudah mandiri, ibu bisa bebas dan memiliki segudang me time (Ssttt… ini tidak berlaku buat saya yang masih punya batita ya, hehehe). Banyak juga yang bilang, hadirnya anak remaja perempuan, ibu jadi punya temen dekat yang bisa mendampingi dan berbagi cerita.
Waspadai Jurang yang Tercipta Antara
Orangtua dan Anak Remaja
Mungkin
apa yang saya alami pernah atau sedang dialami
para orantua yang memiliki anak remaja. Cerita ini sekitar dua tahun lalu, saat
anak saya memasuki usia 15 tahun dan masih duduk di kelas sembilan…
Suatu
hari, saya melihat putri sulung saya semakin senang di kamar, sering
pembicaraannya dengan teman-temannya tidak ingin didengar saya, ayahnya, dan
adik-adiknya. Dia betah berlama-lama di kamar, dia tidak lagi merengek menuntut
saya ada, tidak lagi meminta pertolongan ini-itu.
Rasanya
senang memiliki anak yang mulai mandiri,
saya bisa fokus dengan adik-adiknya, dan bernafas lega, satu anak sudah
bertumbuh semakin remaja. Hingga suatu hari saya mendapat telepon guru BP’nya,
saya ditegur tentang anak saya yang
mulai mengalami kemunduran nilai, kebersihan diri.
Duh!
Asli, saat itu saya tersentak, dan diam-diam memasuki kamarnya saat dia
sekolah. Saya temukan catatan kecil yang terpaksa saya baca, ternyata anak saya
mulai bertumbuh mengenal cinta, mengenal patah, mengenal masalah dengan
teman-temannya. Semua itu tidak tahu dia akan pendam ke mana.
Saya
merenung…
Sementara
saya berpikir anak saya sudah mandiri, sudah remaja, sudah bisa diandalkan.
Dibalik itu dia ternyata menganggap saya tidak memahami dan mengerti apa yang
dirasakannya, diinginkannya, karena apa? KAMI TIDAK MENJALIN KOMUNIKASI DENGAN
BAIK!
Hiks,
di sinilah tanpa sadar sebagai orangtua saya memicu jurang antara saya dan anak
remaja saya, dan ini BAHAYA! Jangan sampai kita tidak mengenal anak kita lagi,
dan anak kita menganggap orangtua tidak lagi menjadi tempat mengadu,
menyandarkan hati, teman berbagi. Jangan sampai!
Tips Komunikasi Orangtua dengan Anak Remaja
Saya
langsung cerita dengan suami, tapi saya tahu ini hanya sekedar berbagi saja.
Sebab suami saya tipenya tidak pandai berkomunikasi, sedikit tertutup, dan
kaku. Jangankan dengan anak perempuannya, dengan saya saja harus saya yang
hura-hura alias bawel buat mengajak bicara, wkwkwk. Jadi saya harus mengambil tindakan yang
tepat, yakni komunikasi!
Tapi
bagaimana caranya? Anak remaja tidak seperti anak-anak yang ketika menangis,
langsung kita peluk, puk-puk, cium, dan belikan sesuatu akan tenang dan ceria.
Anak remaja bukan batita yang ketika
bersedih kita ajak ngobrol dan bermain, lalu bisa berceloteh riang kembali.
Anak remaja sosok tanggung antara anak-anak dan orang dewasa, belum bisa
memutuskan sesuatu, tapi merasa dirinya bisa.
Akhirnya
saya mencoba mengingat masa remaja saya, karena saya termasuk anak yang kritis,
suka argument. Usia remaja biasanya masih anti kritik, maunya didengar dan
tidak disalahkan, apa yang dilakukannya sering dianggap terbaik. Apalagi jika
anak remaja punya sahabat, meski sahabatnya salah dalam mengasih solusi,
baginya itu benar dan baik.
Saya
dulu juga malas membuka percakapan lebih dahulu ke orangtua, ada rasa enggan,
malu, terutama jika orangtua saya tidak membuka ruang bicara lebih dulu. Jadi
paling asyik curhat ke sahabat, benar atau salah, seingat saya sahabat lebih
banyak membenarkan, wkwkkw. Dan, ini tentu saja memberi dampak negatif, di
sinilah peran orangtua penting.
Maka
saya mulai menerapkan beberapa hal di bawah ini:
- Mendengarkan
- Tidak memotong ucapannya (meski gemes karena itu salah, hehehe).
- Tidak marah atau komentar negatif atau menyerang , ketika anak remaja jujur pada hal yang tidak saya setujui atau sukai.
- Respect terhadap pendapatnya.
- Setelah mendengarkan dengan fokus cerita dan pendapat anak, maka waktunya saya sebagai orangtua memberikan pendapat, dan mengarahkan anak saya untuk memilih solusinya sendiri. Karena bagaimana pun dia sudah bertumbuh remaja, lebih paham cara menyelesaikan yang tepat, sebagia orangtua saya hanya mengarahkan setelah tahu permasalahan dan pola pikir anak saya.
Hinggi
kini anak sulung saya akan memasuki usia 17 tahun, setiap saya melihatnya
memiliki masalah. Saya akan memberi ruang dan waktu, sampai dia siap untuk
cerita ke saya. Memang tidak semua cerita dibagi ke saya, tidak semua hal saya
tahu, meski saya sering berkomunikasi dengan para guru yang dekat dengannya,
diam-diam memperhatikan kesehariannya.
Pada
akhirnya anak-anak akan seperti burung yang mengepakkan sayapnya ke langit
luas, seperti proses alam mendewasakan mereka. Namun setidaknya sebagai
orangtua, kita tetap bisa berkomunikasi dan menjadi tempat pulang anak-anak, dan jangan lupa selalu berdoa kebaikan dan penjagaan siang dan malam untuk anak-anak dalam setiap helaan napas kita sebagai orangtua. Agar anak-anak kita terselamatkan dari kekejaman dunia dan akherat, aamiin.
4 komentar
Mba Lintaaanggggg
ReplyDeleteJD inget zaman aku remaja. Komunikasi antara ortu dan aku, bisa dibilang parah bangr mba. Jujur aku lebih Deket Ama babysitterku 😊. Kalo si Mbah udah kayak ortu banget malah, lah dari bayi dia yg merawat. Dari bayi juga aku tidurnya dengan si Mbah, bukan di kamar ortu, Krn memang ortu ngebiasain semua anak2 tidur di kamar sendiri dari bayi.
ReplyDeleteSkr udh punya anak gini aku ya kadang mikir, ga kepengin juga komunikasi aku dengan mereka seburuk aku dulu dengan ortuku. Makanya sebelum terlambat, di usia mereka yg masih anak2 gini, memang sih aku hrs deketin anak2, supaya mereka mau terbuka sampai dewasa nanti. Yg paling penting, harus mau dengerin cerita2 mereka, dan ga menjudging seenaknya . Kdg ortu itu merasa paling bener, jadi sesukanya memaksa pendapat dia
Makasiih Mbaak... ya Allah... aku sedang merasakan juga... sampai takut ga bisa jadi orgtua yang baik...
ReplyDeleteSusah susah gampang saat remaja apalgi mereka labil ya , skrg anakku sdh pada dewasa lbh enak lagi diajak komunikasi
ReplyDelete