Sebuah Cerita Saat Covid 19 Melanda
Saat
Covid 19 ditemukan di Wuhan, China dan menyerang orang-orang Wuhan seperti
moster siluman yang tidak tampak, tapi pasti. Korban berjatuhan, Kota Wuhan
ditutup, China menjadi begitu panik. Sungguh, saat itu saya tidak bisa
membayangkan seperti apa Wuhan, bagaimana kepanikan warganya. Terlebih ketika
Wuhan dilockdown, ditutup semua akses keluar dan masuknya. Saya takut walau
sedikit saja membayangkan berada di dalamnya.
Tapi
mau bagaimana lagi, karena pemandangan yang disuguhkan di media-media online,
maupun di televisi, keadaan Wuhan sungguh mencekam. Orang yang terjatuh
tiba-tiba di jalan, petugas-petugas di jalan yang menggunakan baju serba
tertutup, pembangunan rumah sakit spesial pasien Covid 19, dan bertumpuknya pasien
Covid 19. Sungguh tidak berpikir Indonesia akan mengalami Covid 19 singgah dan
menjadi moster yang menakutkan. Sama sekali tidak pernah.
Bahkan
ketika Covid 19 melanda negara-negara lain, saya tidak bermimpi akan singgah di
Indonesia. Setiap menyimak berita beberapa negara yang dilanda Covid 19 seperti
Iran, Italy, Jepang, saya menjadi lega karena Indonesia tidak tercatat sebagai
negara yang disinggahi Covid 19. Meski agak terheran-heran, apa yang membuat
Indonesia tidak disinggahi Covid 19.
Namun
saya dan teman-teman sudah mulai hati-hati untuk tidak sembarangan di tempat
umum tanpa mengenakan masker. Mulai ngeri tidak cuci tangan sehabis menyentuh
benda-benda di tempat umum seperti pegangan besi di kereta, pegangan tangan di
tangga jalan. Karena sejujurnya, saya sering tidak cuci tangan langsung megang
makanan dan hap (Duh, jangan ditiru, meski tidak ada Covid 19)
Menghitung
Hari Masa Inkubasi Covid 19
Hingga
suatu hari saya menghadiri sebuah even acara bersama seorang teman (Nunu
Halimi), tanggal 29 Februari dan Covid 19 sudah semakin banyak dibicarakan,
membuat Italy tak ubah seperti Wuhan keadaannya. Karena masyarakatnya
menganggap remeh dan sulit mematuhi arahan untuk waspada Covid 19. Namun tentu
saja Indonesia masih belum ditemukan adanya Covid 19, masih aman.
Dalam
acara yang saya hadirin pun dibahas kalau Covid 19 belum ada di Indonesia, para
dokter belum menemukan pasien yang menderita Covid 19. Salah seorang peserta
dalam acara tersebut ada yang beropini, kemungkinan virus Covid 19 bisa
dilemahkan dengan Malaria dan Indonesia pernah terkena wabah Malaria sehingga
masyarakatnya bisa terbilang jadi memiliki antibody tersendiri. Entah, ini
benar atau hanya sekedar opini, karena dokter yang menjadi narasumber pun belum
bisa membenarkan opini tersebut.
Tapi
apa yang terjadi kemudian?
Tanggal
1 Maret 2020 diumumkan di Indonesia, tepatnya di Depok, dimana ini adalah kota
tempat saya tinggal bersama suami dan anak-anak saya, terdapat pasien Covid 19
satu dan dua yakni ibu dan anak. Terduga tertular dari WNA Jepang yang sempat
berdansa dengan pasien Covid 19 satu di sebuah cafe di Kemang (dekat tempat
tinggal orangtua saya), pasien Covid 19 satu ini yang kemudian menularkan ke
ibunya.
Gonjang-ganjing rasanya, sungguh saya takut dengan virus yang
belum ada vaksinnya ini. Kemudian keluar beberapa imbauan dari pemerintah
sehubungan dengan adanya Covid 19 di Indonesia, salah satunya agar warga yang
baru melakukan perjalanan atau bepergian ke luar negeri untuk tidak keluar
rumah dan menemui orang banyak selama 14 hari, atau selama masa inkubasi virus
Covid 19. Serta memperhatikan gejala-gejalanya yang menyerupai flu.
Tahu
nggak, saya jadi menghitung hari dan berharap masa 14 hari lewat. Menghitung
hari dari tanggal saya bepergian dengan Nunu karena banyak sekali yang kami
lakukan sangat membahayakan diri dari Virus Covid 19, mulai dari makan tidak
cuci tangan (huhuhu) , berhimpitan di kereta.
Masyarakat
Masih Meremehkan Covid 19
Tapi
dasar manusia ya, karena imbauan tentang Covid 19 hanya sekedar menjaga
kebersihan lebih paripurna seperti sering cuci tangan dengan HS atau sabun
antiseptik, memakai masker, segera mandi dan ganti baju begitu sampai rumah.
Maka saya masih berani bepergian menghadiri even (tapi tidak naik commuterline
karena berhimpitan dengan banyak orang sangat riskan).
Bahkan
ada acara yang saya hadiri pesertanya baru pulang mengadakan perjalanan dari
negeri yang pademik Corona, meski sudah ada selebaran dari Kemenkes untuk
mengurung diri di rumah selama 14 hari. Masih banyak yang tidak maskeran dan
membawa anak-anak kecil perjalanan dengan commuterline. Masih ada yang batuk
pilek di tempat umum tanpa masker meski sudah ditegur, padahal bukan orang
bodoh.
Sebenarnya
saya agak ngeri-ngeri sedap menghadiri even di bulan Maret ini yakni tanggal 4
dan tanggal 11 Maret, tapi karena masih banyak yang melakukannya. Dan, saya
tetap aware untuk jaga kebersihan agar Covid 19 tidak hinggap di bagian tubuh.
Tapi setelah tanggal 11 Maret, saya memutuskan untuk menolak jika ada undangan
even lagi karena penderita Covid 19 di Indonesia bertambah.
13 Maret 2020
Sialnya,
ATM saya tertelan dan harus mengurus ATM ke BCA yang berjubel nasabah. Hampir
semua tidak mengenakan masker, tapi disediakan HS yang langsung habis. Mungkin
karena nasabah yang datang cukup banyak.
Jadi selama antri dari pukul 2 hingga pukul 4 saya agak was-was deh.
Karena kantor cabang BCA ini ruangannya kecil sekali, nasabah duduk saling
berhimpitan, dan antri cukup lama. Meski saya dan suami pakai masker, perasaan
tetap tidak nyaman.
Selesai
mengurus ATM, saya dan suami memutuskan untuk ke Carefour terdekat yakni di ITC
Depok untuk sekalian stock beras, minyak goreng, dll. Mengingat sebaiknya saya
tidak sering-sering keluar, juga selagi anak-anak bisa ditinggal semua. Baru
pertama kali loh saya dan suami keluar rumah tanpa anak-anak, hahaha.
Tapi
boro-boro jalan-jalan mesra ke mall kayak pacaran, karena kami berdua kelaparan
lupa makan dan minum. Mau makan dan minum di luar bawaan takut virus Covid 19
nempel di makanan atau tempat makan. Sungguh, segitu parnonya sampai suami mau
beli roti-roti yang dijajakan di mall tanpa penutup saya larang keras.
Eh,
saya malah kelupaan main tenggak aja yogurt dari rak. Duh, jadi nyesal banget
bayangin banyak orang yang ke mall dan bisa saja megang botol-botol yogurt.
Meski biasanya saat Covid 19 belum ada, saya terbiasa mengambil minumann dari
rak supermarket trus langsung tenggak. Dan, rupanya setelah tanggal 13 Maret itu
saya tidak lagi keluar rumah karena imbauan untuk tinggal selama 14 hari di
rumah saja.
Lalu
bagaimana selama 14 hari itu? Ikuti terus ya ceritanya, semoga bisa saya tulis
karena sunguh repot di rumah kumpul semua sepanjang hari, hehehe.
Seorang Ibu 4 Anak yang tinggal di Kota Depok, Jawa Barat, Indonesia
0 komentar