"Jangan turun di Stasiun Tanah Abang deh?"
"Ke lokasi yang kita tuju jalurnya lebih dekat dari Stasiun Tanah Abang loh."
"Tapi jalan ke tempat ojek onlinenya jauh, keluar stasiun masih harus jalan kaki lagi."
Obrolan
seperti ini hampir sering saya dengar dari teman-teman, seakan jalan kaki itu
momok yang harus dihindari dengan alasan capek, takut keringetan, dan lain sebagainya. Tidak hanya Stasiun Tanah
Abang yang sering dihindari, tetapi juga Stasiun Tanjung Barat yang harus
melalui tangga penyeberangan cukup
tinggi, Stasiun Bogor, Stasiun Pal Merah.
Polusi Udara di Sekitar Rumah
Bahkan sekarang di komplek perumahan saya tingggal setiap rumah harus memiliki motor minimal dua, mengapa? Karena komplek kami yang menjorok ke dalam jika akan membeli sayuran atau ke warung ditempuh dengan jalan kaki, lumayan jauh. Namun karena kebiasaan ke tukang sayur atau ke warung dengan motor, warga di komplek ke tetangga beda blok saja pakai motor.
Menjemput
anak main dari tetangga beda rumah pakai motor, jadilah motor setiap saat
wara-wiri di seputaran komplek. Kondisi motor wara-wiri ini dimulai dari Subuh
loh! Karena warga komplek banyak yang melakukan sholat Subuh di Masjid, dan
Masjid tersebut berada di depan gerbang masuk ke komplek. Sedekat itu saja
masih harus naik motor.
Efek
dari motor yang wara-wiri ini sering tercium bau zat asap knalpot sampai ke
ruang tamu, jika pagi-pagi sekali saya sudah membuka pintu. Padahal saya
tinggal di komplek yang menjorok cukup jauh dari jalan raya, komplek yang
dikelilingi perumahan penduduk asli Depok, dan masih ditumbuhi pepohonan nan
rimbun, karena di depan teras saya tumbuh pohon jambu air yang lebat dan
tanaman hias lainnya. Begitu juga dengan teras tetangga saya lainnya.
Idealnya
komplek ini asri dan minim polusi dong dibanding perumahan yang berada di
pinggir jalan raya, atau perumahan yang tidak jauh dari jalan raya. Tapi
kenyataannya polusi udara sudah ada sejak pagi buta, polusi dari knalpot motor
atau gas buang kendaraan yang mengandug zat kimia seperti timbal, benzena.
Kedua yang zat kimia utama yang bersifat karsinogenik. Bahaya dari kedua zat
tersebut diantaranya:
1.
Memicu kerusakan pada sistem pernafasan
2.
Merusak sistem peredaran darah
3.
Menurunkankan kadar oksigen dalam tubuh
Dimana
bisa menimbulkan penyakit kanker paru-paru, memicu asma, detak jantung tidak
stabil, mengganggu kesuburan pada wanita, dan lain sebagainya. Jika terpapar
pada makanan bisa menyebabkan keracunan sampai stunting. Membayangkan bahaya ini
bikin takut dan galau, kan? Apalagi polusi udara tidak hanya ada di jalan raya,
tapi benar-benar ada di sekitar rumah seperti di komplek saya tinggal.
Tidak
hanya sepeda motor, mobil juga ikut berperan. Di komplek saya tinggal yang
memiliki mobil pribadi 99%, dari yang memiliki anak banyak sampai anak hanya
satu, dari yang tidak punya anak sampai yang single, semua punya mobil. Ritme
mereka menggunakan mobil beragam, ada yang single setiap hari ke kantor naik
mobil, sendirian. Ada yang sepasang suami istri berdua setiap pagi naik mobil
ke kantor. Ada yang naik mobil untuk antar jemput anak sekolah.
Alasanya
ada yang malas terpapar asap kendaraan, malas terkena matahari, biar masih rapi saat tiba di kantor, dan alasan
lainnya yang saya tidak tahu. Apalagi jika hari libur, hampir semua penghuni komplek
keluar untuk mencari hiburan karena memang moment sabut-minggu itu sangat
berharga buat mereka yang bekerja kantoran dari senin hingga jumat. Maka saran
saya, jangan memasuki wilayah Depok saat weekends.
Macet total!
Coba Bayangkan, Jika Masyarakat Mencintai Jalan Kaki dan
Kendaraan Umum
Kondisi
polusi udara akibat malas jalan kaki dan lebih memilih kendaraan pribadi tidak
hanya terjadi di Kota Depok, mungkin hampir di seluruh kota lainnya. Jadi kalau
mau merenung, betapa udara yang kita hirup ini bukan lagi oksigen yang murni,
tapi racun yang membunuh secara perlahan dan tidak kita sadari. Kalau begini
masih mau ikut menyumbang polusi udara? Atau mau jadi bagian yang menderita
berbagai penyakit efek dari polusi yang kita ciptakan sendiri?
Lalu
bagaimana solusinya agar polusi udara tidak semakin menjadi-jadi, karena
bagaimana pun juga ini tanggung jawab kita bersama. Istilahnya, kita yang
memulai maka kita yang harus mengakhirinya, hehehe.
Biasakan
jalan kaki dan batasi berkendaraan pribadi jika hanya ditumpangi 1-3 orang
saja. Ini anjuran serius loh, saya bisa membayangkan jika warga di komplek
tidak membudayakan naik motor dan lebih memilih jalan kaki, ketika ke masjid,
tukang sayur, warung, ke tetangga. Memilih angkutan umum ketimbang naik mobil
pribadi ketika berpergian hanya sendiri, berdua, atau bertiga saja.
Selain
polusi udara berkurang, kemacetan berkurang, jalan kaki itu bermanfaat untuk
kesehatan loh. Jangan hanya fokus pada bayangan akan capek dan berkeringat.
Coba deh, baca manfaat jalan kaki di bawah ini:
1.
Menurunkan penyakit kronis seperti
diabetes, stroke dan penyakit
kardiovaskular lainnya.
2.
Menurunkan berat badan
3.
Memperbaiki mood atau membuat suasana hati lebih bahagia
4.
Melancarkan sistem pencernaan
5.
Meningkatkan sistem kekebalan tubuh
6.
Mencegah osteoprosis
7.
Membuat bentuk tubuh lebih bagus, karena jalan kaki salah satunya dapat membuat
otot paha, kaki menjadi lebih kuat dan sehat.
Dan
banyak lagi manfaat positif lainnya yang didapat dari berjalan kaki, bahkan
untuk seseorang yang memiliki kelebihan berat badan dan manula, olah raga jalan
kaki paling dianjurkan dan dianggap yang paling aman loh.
Mari, Dukung Kampanye Jalan Hijau!
Melihat
fenomena masyakat yang semakin hobby koleksi mobil, naik turun mobil pribadi
dan malas jalan kaki yang berefek pada polusi udara, kemacetan, dan banyaknya
penderita penyakit tidak menular, membuat BPTJ (Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek)
Kementerian Perhubungan menggalakan kampanye Jalan Hijau yakni agar masyarakat
membudayakan jalan kaki dan lebih memilih naik transportasi umum dibanding naik
mobil pribadi.
Saya
sebagai warga Depok pun ikut ke titik lokasi kampanye Jalan Hijau yang salah
satunya di perempatan lampu Merah Tol Cijago Depok, tanggal 20 Agustus 2019
kemarin. Kampanye Jalan Hijau memang dilakukan dengan turun ke jalan besar
untuk memberikan edukasi manfaat jalan kaki serta manfaat jika masyarakat
semakin perduli untuk menggunakan transportasi umum. Kampanye yang melibatkan
taruna/ni Sekolah Tinggi Transportasi Darat (STTD) mengenakan pakaian warna
kuning yang melambangkan matahari dan syal hijau sebagai lambang Go Green.
Para
taruna/ni ini selain membawa slogan kampanye Jalan hijau, juga membagikan
masker dan kipas berisi tulisan tentang kampanye Jalan Hijau kepada masyarakat
yang melintas perempatan lampu merah Tol Cijago Depok.. Sangat diharapkan
adanya kampanye yang berjalan dari tanggal 19 Agustus sampai 22 Agustus 2019 di
Jakarta, Depok, dan Bekasi ini membuka kesadaran masyarakat akan pentingnya
peran mereoka dalam mengendalikan polusi udara dan menekan angka penyakit tidak
menular di Indonesia.
Nah,
bagaimana? Masih malas jalan kaki karena takut capek dan keringetan atau masih
nekat naik bus pribadi meski jalan macet dan menjadi penyumbang polusi udara di
bumi?
Wah bagus banget nih ya Mbak kegiatan ini. Mengajak masyarakat untuk berjalan kaki
ReplyDeleteSelain untuk mengurangi polusi memang jalan kaki ini menyehatkan ya
ReplyDeleteWah iya nih Mbak, kalau rumahnya dekat aja bisa nih ya jalan kaki hehe
ReplyDeleteSayapun lebih suka jalan kaki. Selain lebih sehat, juga lebih hemat biaya daripada menggunakan kendaraan
ReplyDelete