Masyaallah,
saya baru teringat untuk melanjutkan
tulisan saya lahiran normal di usia 41 tahun agar cepat pembukaan lengkap setelah si bayi berusia 2 bulan 2
minggu. Tepatnya bukan ingat, tetapi baru sempat. Memang memiliki bayi segala
hal akan terbagi, tidak lagi bisa bebas
menentukan waktu. Karena ritme keseharian bayi berubah-ubah, kadang tidurnya
begitu apik sehingga saya bisa melakukan banyak hal. Kadang kacau hingga dini
hari baru bisa merebahkan diri dengan cantik.
Selama dua bulan beradaptasi saya
sempat jatuh sakit dua kali, Alhamdullilah...saat
benar-benar harus rest sampai job lewat, bayi kecil saya tidur apik sehingga
saya bisa rest sampai sehat kembali. Eh, jadi bleber kemana-mana ya, mari kita
lanjutkan proses saya melahirkan anak ke lima kemarin. Setelah tiba di rumah
sakit pembukaan belum juga lengkap. Mulas belum juga jelas, sementara hari
semakin beranjak siang...
Oya, sebelum melanjutkan membaca artikel ini, jangan lupa baca dulu artikel sebelumnya: Lahiran Normal Di Usia 41 tahun : Menunggu Pembukaan
Agar Cepat Pembukaan Lengkap
Sungguh sebenarnya saya berdebar
karena teringat saat melahirkan Lintang, putri pertama saya 13 tahun lalu.
Dimana mulas dari pukul 12 malam dan baru melahirkan mendekati pukul 5 sore
esoknya dengan proses mulas yang tiada henti. Itu saat saya lahiran normal di
usia 28 tahun, kini saya akan lahiran normal di usia 41 tahun. Tapi saya
yakinkan bahwa kali ini ditangani dokter yang sudah membantu saya melahirkan
Pijar, alm Gibran, dan Pendar yang semua berjalan baik-baik saja.
"Bagaimana kalau ibu naik turun
tangga, Yah?" saya masih keukeuh ingin naik turun tangga karena
terinspirasi saat chat di WA dengan Meli yang cerita langsung
pembukaan lengkap setelah naik turun tangga. "Ini pembukaan belum lengkap,
hari sudah semakin siang. Aku mau melahirkan hari ini segera."
Suami pun setuju, lalu kami ijin ke
suster dan bidan yang jaga di depan, mereka mengijinkan. Maka dengan membawa
botol infus saya dan suami berjalan menuju tangga rumah sakit yang cukup
tinggi. Beberapa pasang mata pun langsung mengarah ke kami dengan pandangan macam-macam,
ada yang heran, ada yang dengan ekspresi ngilu, wkwkwkw.
Begitu sampai anak tangga teratas
tiba-tiba kontraksi lagi dan lebih hebat. Aduh! Gimana ini? Batin saya, tapi
saya berusaha tenang karena didampingi suami. Saat saya terdiam sambil menarik
napas dan membuang napas panjang, suami agak cemas, "Mules ya, Bu?"
Saya mengangguk pelan.
"Bisa turun gak?" suami
mulai keder.
Saya memberi kode agar tenang dan
yakin sanggup turun lagi untuk kembali ke ruang observasi (kayaknya cukup dah
wara-wirinya, hahaha). Setelah kontraksi reda, saya meminta segera turun tangga
secepatnya, karena kalau sudah datang kontraksi lagi, ampun gak sanggup untuk
turun kayaknya.
Pembukaan Lima
Lewat depan suster dan bidan yang
tadi mengijinkan saya naik turun tangga, mereka menatap saya seksama. Mungkin
melihat saya kesakitan nahan mulas. "Sudah Bu naik turun tangganya?"
tanya salah satu dari mereka.
Saya hanya tersenyum dan mengangguk,
buru-buru kembali ke ruang observasi untuk rebahan. Begitu masuk ruang
observasi kontraksi datang lagi dan rasanya lebih hebat, ritmenya juga lebih
sering dari sebelumnya. Saya yakin sebentar lagi akan tiba waktunya, saya pun
meminta suami memanggil suster atau
bidan jaga agar mengececk kondisi saya. Tapi suami menolak, katanya
belum saatnya.
Memang saya ini jenis pasien bawel
dan suami jenis yang gak enakan gitu,
jadi bolak-balik diminta tanya dia merasa sungkan. Hih, bikin emosi loh hal
kayak gitu, tapi karena saya tiba-tiba ingin buang air kecil jadi tidak
meneruskan ngomel deh. Fokus mau buang air kecil yang mendadak takut, saya
yakin mau mendekati melahirkan. Agak gak yakin bisa kuat ke toilet yang
letaknya di ruang sebelah yakni ruang bersalin.
"Ibu pasti bisa, ayuk Ayah
tuntun," suami memaksa untuk membangunkan saya saat kontraksi hiang, dan
begitu mau bangun kontraksi muncul sampai membuat saya jatuh mental ke bed.
Saya jatuh mental ke bed karena nekat
menahan sakitnya kontraksi dan yakin bisa bangun buat buang air kecil, ternyata
kenekatan saya tidak berbuah. Saya sudah tidak kuat lagi.. Ya Allah, saya yakin
ini sudah mau lahiran. Entah, sudah pembukaan berapa dan sungguh melahirkan
anak perempuan sakitnya berlipat-lipat dari melahirkan anak laki-laki. Seketika
air mata saya jatuh, teringat ibu dan dosa-dosa saya padanya...
Melihat kondisi saya, suami langsug
lari ke depan ke tempat suster dan bidan jaga, saya langsunng diceck dalam dan
sudah pembukaan lima. "Ini akan berlangsung cepat karena sudah anak ke lima," kata bidan yang memeriksa dan
meminta bantuan untuk membawa saya ke ruang bersalin.
Waktu Berjihad Pun Tiba
Saya sudah rebahan di ruang bersalin dengan posisi miring ke kiri, semua
peralatan bersalin disiapkan, bidan dan suster tampak buru-buru karena mereka
tidak menduga saya akan secepat itu ritme mulasnya menuju pembukaan lengkap.
Tadi perkiraan dokter Deddy sekitar pukul 4 sore, ini baru habis Zuhur.
Saya menahan kontraksi yang sudah
tidak berhenti, terus-menerus, mengajak untuk mengejan tapi saya tahan karena
dokter belum datang dan instruksi belum ada, bertanda pembukaan belum sempurna
benar. Saya teringat waktu melahirkan anak pertama, salah dalam instruksi
mengejan yang mengakibatkan perobekan parah, wasir parah.
Saat kontraksi datang kian hebat,
dokter datang menggoda saya agar suasana tenang, tapi saya sudah tidak perduli.
Fokus berzikir agar kuat menahan sakit hingga waktunya tiba, sementara suami
terus menggenggam tangan saya sambil mengusap wajah saya yang mulai menggigil
karena sakitnya kontraksi.
Posisi saya yang semula miring ke
kiri jadi terlentang setengah duduk dengan kedua kaki di atas penyanggah.
Dokter sudah siap memberi aba-aba suster dan bidan yang membantu, ada satu
bidan di atas kepala saya siap mendorong perut saya sewaktu-waktu. Masyaallah,
baru kali ini proses lahiran yang akan saya jalani seperti ini, pakai ada bidan
yang di atas kepala siap mendorong.
Dokter pun memberi instruksi dan saya
berusaha tenang seperti yang sudah-sudah agar bisa mengejan dengan benar dan rileks,
hasilnya?
GAGAL! Hiks, saya sudah sangat
kesakitan dan lupa metode melahirkan yang benar seperti mengenjan tanpa suara,
fokus pada satu titik dengan tarik napas dan lepaskan, bokong tetap di tempat.
Tiba-tiba saya merasa ngasal dalam mengejan, suara pun terdengar keras sampai
diingatkan untuk tidak bersuara saat mengejan karena akan membuat kehabisan
tenaga tanpa efek.
Ya Allah, kali ini saya merasa pasrah
saja karena mendadak semua sulit dilakukan dengan benar...
Alhamdullilah,
saya ditangani dokter yang sudah biasa menangani saya dan sabarnya luarbiasa
biar saya ngomel dan ngasal. Akhirnya...
Allahuakbar! Prosesnya
rasanya begitu cepat, tahu-tahu bayi montok yang saya beri nama Binar pun lahir pukul 13. 48 WIB
dengan tangis yang kencang dan kemampuan mencari puting yang cerdas. Sehat,
sempurna, saya dan suami pun saling menatap bahagia. Hilang semua rasa sakit
dan kebetulan saat dijahit pun tidak sakit karena diikasih suntikan anestesi.
Kalau menurut cerita suami saya, saat
proses melahirkan meski saya kurang dalam mengejan, dokter memberi instruksi
bidan yang berada di atas kepala saya untuk bantu mendorong perut saya saat
kontraksi datang dan saya mengejan. Sementara dokter membantu dari bawah dengan
menarik perlahan, dan lahirlah dengan mudah... Masyaallah!
Ya Allah, tanpa kuasaMu rasanya semua
ini akan sulit dilewati. Betapa setiap manusia hanya menjadi bisa atas ijinMu.
Semoga semua wanita yang mengandung karena Allah SWT dipermudah ya proses
kelahiranya, Aamiin.
Oya, lalu bagaimana selanjutnya,
berapa hari saya di rumah sakit dan setelah melahirkan berapa jam saya bisa
jalan ke kamar mandi, menyusui, dan lain-lain. Ikutin cerita selanjutnya ini ya : Pasca Melahirkan Normal
Masyaallah Mbaak Eni, 😠haru sekali mbaca perjuangannya. Ikut kayak ngerasain.
ReplyDeleteJadi ingat proses lahiran anak pertama dulu. Beberapa kali ngejan nggak keluar juga bayinya. Akhirnya dibantu dorong juga sama asisten bidannya. Dan sekarang saya lagi hamil anak kedua. Semoga bisa lebih mudah lahirannya
ReplyDeleteWah ilmu neh Mba Eni.
ReplyDeletePerjuangan banged ya Mba, sebagai ibu.
Aku kalo baca perihal perjuangan seorang ibu salud banged. Mba Eni luar biasa pengalamannya. Sehat terus Mbae sama Debay nya.
ReplyDeleteMasya Allah Mbak Eni. Aku merinding dibuatnya. Aku dulu pengennya dibuat jalan-jalan tapi takdir dengan ketuban merembes duluan akhirnya nggak diperbolehkan jalan-jalan apalagi naik turun tangga gitu. Anak keduaku malah blas sama sekali tidak merasakan mules sebelum dia lahir. Nunggu 3 hari juga tidak ada mules-mules pergerakan padahal sudah pembukaan, akhirnya sectio lagi. Wuahahaha.
ReplyDeleteSemua Ibu hebat dalam perjuangan melahirkan anak-anaknya ya Mbak.
Selamat ya Mbak Eni.
Very good, Mbak Eni. You did a great job.
ReplyDeleteSaya batal melahirkan normal. Karena portio uterus saya kurang baik sehingga tidak mau melebar ketika pembukaan baru 5 cm.
Selamat ya atas jerih payahnya. :)
MasyaAllah mbaa aku inget deg-degan dan ikut mules bacanya, kebayang pas udah mules banget pingin ngeden tapi belum boleh itu rasanya warbiyasaaak.. Mba Eni hebat banget deh :)
ReplyDeleteAKu juga dulu pakai teknik naik turun tangga gitu untuk mepercepat bukaan, manjur juga walopun capek banget. Eh, aku baru tau kalau melahirkan anak perempuan sakitnya ngelebihi anak laki-laki.
ReplyDeleteMasyaAllah Mbak. Ntar lagi saya akan merasakan lahiran (LAGI). Naaahh, ngejan itu yg saya tidak bisa, huhuhuh. Makanya anakku dua2nya pake sedotan keluarnya, divakum, huaaaa..
ReplyDeleteJadi teringat waktu nungguin kakak ipar lahiran secara normal sekitar 7 tahun yang lalu setelah baca postingan ini. Merinding aku tuh kalau denger orang melahirkan. Perjuangannya berat banget soalnya.
ReplyDeleteMaa syaa Allah Buu. Allah beri kemudahan dan keselamatan kepada ibu dan bayi. Alhamdulillaaah. Luar biasa. Saya susah berkata-kata kalau ada perempuan melahirkan. Baca ini aja jadi inget dosa-dosa saya ke Ibuk ���� Astaghfirullaaaah.
ReplyDeleteSemoga lekas pulih ya Bu dan anaknya jadi tabungan utk orangtua, penyejuk mata dan hati. Insyaa Allah. Turut bahagiaa! ��
Masya Allah, Mbak. Allah memberi kemudahan, ya. Saya sempat galfok sama dokternya. Awet mudah dokternya ya, Mbak :)
ReplyDeleteMasha Allah mba Eni, ngilu bacanya wakakakka
ReplyDeleteYang gini-gini nih dulu yang bikin saya lahiran kedua, rela minta sendiri di sesar hahah
Waktu anak pertama, pengen normal eh dipaksa sesar, waktu itu zaman medsos belum seheboh sekarang, belom ada tulisan apalagi video melahirkan yang saya liat, jadinya mantap mau normal.
Anak kedua udah di zaman now, tiap hari buka efbi, baca pengalaman orang yang lahiran, bagaimana perjuangan melahirkan normal, katanya kontraksi aja sakit minta ampun.
Apalagi lahirannya udah kayak mau mati.
Langsung saya hadap ke obgyn bawa bendera putih, bilang dok, saya mau sesar aja, aman damai dan sentosa.
Secemeennnn ituuu saya hahaha
Salut banget deh mba, padahal pengalaman melahirkan udah bertahun-tahun lalu, tapi masih cukup tenang di awal ya.
saya mah udah keder duluan, dan karena itu sampai detik ini, anak udah dua tapi belom pernah sama sekali rasain gimana tuh rasanya kotraksi dan sakitnya hehehe
Semoga dedek Binar dan bundanya selalu sehat yaaa :*
Saluit mba, tanpa ketenangan nggak mungkin mba eni mau naik turun tangga, karena selain keberanian juga butuh ketenangan hati ya
ReplyDeleteMasya Allah.. Bener bener perjuangan ya mbk. Alhamdulillah akhirnya bisa lahiran normal dan lancar di usia 41 tahun. Baarokallah mbk.. Kiss kiss buat dedek bayi ya
ReplyDeleteMasya Allah mbak, barakallah ya untuk kelahiran dedeknya. Perjuangan seorang ibu yang luar biasa
ReplyDeleteMasya Allah. Perjuangannya di usia yang riskan bisa melahirkan normal :)
ReplyDeleteSehat selalu mba dan Dede bayinya ya.
Wadduuuuu, ngeri juga ya mbak naik turun tangga. Tapi dokter saya juga menyarankan supaya banyak bergerak dan banyak jalan kaki si Mbak. Saya praktikan juga. :) Thanks sharingnya ya Mbaaa....
ReplyDeleteMbak Eni berarti seusia ibuku ya dan bisa melahirkan secara normal. Subhanallah. Aku baca sampai ikut2an mulas dan tegang, Mbak. Cerita melahirkan seperti ini memang tak akan ada duanya ya. Karena setiap anak pasti membawa cerita kenangannya sendiri.
ReplyDeleteMasya Allah, saya ikutan deg-degan ngikutin proses lahirannya ��, jadi teringat ibu, duuh ya Allah seperti itukah kalau ibu melahirkan, penuh perjuangan.
ReplyDeleteSelamat yah kak, mudah2an anaknya jadi anak yang sholehah ��
aku ingat mamaku yg melahirkan di umur 40 tahun. umur segitu katanya agak riskan utk melahirkan. mama saat mau ke bidan pamit ke kami dan minta maaf kesemua anak2nya. moment tersebut bikin kami tegang dan terus mendoakan agar mama lancar melahirkan adikku. ah, moment yg mengharukan. setelah dapat kabar dr papa kalau mama dan bayinya selamat kamipun sangat bahagia dan saling berpelukan dengan ke enam adikku yg menunggu kabar penuh haru.
ReplyDeleteselamat ya mba...binarnya lucu banget.
Subhanallah, barakallah mba eni, perjuangan luar biasa ya, banyak yang bilang melahirkan usia di atas 40 tahun berisiko, turut bahagia kelahirannya lancar dan sehat selalu
ReplyDeleteMasyaallah, saya ikut linu bacanya. Aku dulu juga bukaan 4 udah kebelet pipis eh ternyata lahir ��
ReplyDeleteEh jadi naik tutun tangga itu bantu pembukaan ya. Catet deh buat yg belum pengalaman. Kalau orang yg gak tau, lihatnya ya ngiluuuu banget
ReplyDeleteTetap sehat2 Mbak
Baca ini jadi kerasa ngilunya. Inget waktu lahiran Salim dulu. Hm, gak jadi hamil lagi deh. Wkwkwk..
ReplyDeleteAaaa, Mba Eni. Masya Allah, baca ini aku ikutan berasa mules masaaa, hahaahaha.
ReplyDeleteBeneran kuasa Allah ya Mba, semua dimudahkan dan dilancarkan.
Jadi inget aku lahiran yang kedua, udah rencana mau normal (yang pertama cesar). Udah naik turun tangga, ngepel jongkok segala macem biar kontraksi alami dateng, tapi ternyata qadarullah sampai usia kehamilan 42 minggu si kontraksi tak kunjung tiba. Akhirnya yaudah deh pasrah, dibelek lagi. Wkwkwk.
Memang luar biasa melahirkan di usia 40 lebih itu, sy aja terkhir melahirkan sdh kerasa beda sama keempat anak lannya pdhal msh jauh dr 40 an heu..
ReplyDeletemasyaAlloh mb Eni lancar banget yah aku jadi iri banget sementara kemarin aku malahan sesar huhuhu baca ini jadi pengen hamil lagi tapi takut hahaha
ReplyDeleteMasya Allah ya mba, perjuangan seorang ibu melahirkan baby-nya sungguh sangat luar biasa. Jadi ingat kelang melahirkan anak pertama, jalan wara-wiri dan jadi tontonan pengunjung rumkit, hehee
ReplyDeleteSaya baca tulisan Mba Eni jadi agak merinding hehehhe. Soalnya belum pernah mengalami melahirkan. Ngomong-ngomong, selamat ya Mba atas kelahiran anaknya hehehe
ReplyDeleteAlhamdulillah banget ya mba busa partus normal di usia yang katanya orang2 rentan dengan resiko.
ReplyDeleteKalau ingat proses melahirkan memang gimanaaa gitu rasanya ya mba. Aku jadi ikutan mengejan bacanya hehehehe. Tapi alhamdulillah semua berlalu dengan lancar dan welcome baby Binar
ReplyDeleteMba ENi alhamdulillah luar biasa semua proses walaupun ada kendala tapi Allah mudahkan ya mba. Aku malah liat mba ENi alhamdulillah tenang banget ya proses persiapan melahirkan hingga melahiran. Smoga sehat selalu ya
ReplyDeleteMba Eni, aq brasa kyk nonton drakor yg versi dokter itu lho Mba.. Deg2an..haruu.. Semuanya campur aduk rasanya. . Tq sharingnya. .salamcium. utk binar, semoga jd putri solehah. .aamiin
ReplyDeleteMy mother is the best, luv you
ReplyDeletethrowback lahiranku yg lbh dari 2 minggu HPL dan bidan naik ke atas juga atas instruksi dokter. Saat pasrah, disitu jalan terbuka, masyaa Allah. Sehat2 ibu dan Binar
ReplyDelete