5 Fakta Tentang Duniaeni
Sebenarnya agak bingung juga saat harus menulis 5 fakta dalam
diri saya, bingung mau nulis apa dan penting banget gak sih fakta itu buat
kalian atau yang baca blod saya, hahaha. Ditambah kira-kira aib gak ya, lima
fakta itu? Baiklah, saya mikir dulu kira-kira 5 fakta apa dalam diri saya atau
kehidupan saya yang perlu dan layak diketahui oleh umum.
Bismillah, moga 5 fakta ini bisa memberi
inspirasi atau setidaknya penyemangat bagi kalian yang membacanya. Maksudnya
jika ternyata Z dan kalian juga Z maka sama-sama senasib dan persamaan itu buat
wanita, kadang bisa jadi support atau penguat hati. Tapi maaf ya, kalau fakta
tersebut teryata biasa saja dan tidak memberikan inspirasi bagi kalian.
Berikut ini lima fakta
tentang Duniaeni (baca : Eni Martini):
1. Mengawali Menulis
Novel Dengan Komputer Pinjaman
Tahun 2003 awal saya menulis novel pertama saya dan saat itu
tidak memiliki komputer, ada komputer kantor yang bisa saya pakai sesekali
karena saat itu sulit sekali mencuri waktu kerja diantara kerjaan pribadi. Maka
satu novel berjudul Sehelai Daun Kapuk Randu jadi dengan mengetiknya dari satu
komputer ke komputer lain. Komputer teman yang saya pinjam paling jauh di
Bekasi, jadi saya menempuh jarak Jakarta Selatan - Bekasi untuk mengetik novel
saya.
Namun tidak ada kerja keras yang sia-sia karena dari sebuah karya
saya bisa membeli komputer, saat itu terjual satu novel saya dengan fee kalau tidak salah Rp 4.000.000 dan
langsung saya belikan komputer. Tahun itu komputer harganya masih selangit, Rp
4.000.000 itu second merk Toshiba yang kalau
barunya dibandrol sekitar Rp.10.000.000. Ampun deh!
Dari komputer itu lahirlah puluhan karya saya yang bisa
menjadi jalannya rejeki anak-anak dikemudian hari, Alhamdullilah.
2. Menjadi Tukang Sapu
Untuk Beli Buku Sekolah
Saya terlahir bukan dari anak orang kaya, namun lahir di
lingkungan rumah-rumah besar yang kehidupannya menginspirasi sebagian
perjalanan hidup saya. Orangtua memberikan apa-apa semua serba ngepas, jika
saya ingin lebih maka harus mencari sendiri. Salah satu yang pernah saya jalani
menjadi tukang sapu kebun di sebuah rumah besar dekat rumah orangtua saya.
Rumah itu besar sekali, penuh dengan ruang-ruang yang diisi
barang-barang indah dan mahal, dari
hasil menyapu kebunnya yang dipenuhi bunga warna kuning dan merah, saya
bisa membeli buku sekolah.
3. Bekerja Sebagai SPG
Di Mall
Karena orangtua hanya bisa membiayai sekolah saya sampai SMA,
maka saya hanya bisa bekerja sebagai SPG di sebuah mall waktu itu. Berdiri
berjam-jam, menebar senyum, melayani para pengunjung, memberesi tumpukan
pakaian yang diacak-acak pengunjung,
menghitung stock pakaian yang terjual dan datang. Berganti shif seminggu
masuk pagi, seminggu pulang jelang malam.
Tahun 1997 gaji baru Rp150.000 dan saya memutuskan berhenti
karena berpikir itu bukan dunia saya,
saya harus bekerja yang bisa mendukung saya untuk sekolah lagi dan menjadi
seorang penulis. Dalam kondisi tidak ada uang, sulit mencari pekerjaan karena tidak memiliki keahlian, saya nekat
keluar kerja dari mall yang masuk saja harus diseleksi ketat dan banyak teman
yang gugur atau tidak diterima.
Alhamdullilah, keberanian dan keyakinan membuat
semesta mendukung langkah saya. Saya akhirnya bisa bekerja yang sesuai dengan
keinginan dan bisa membiayai kuliah saya serta sekolah adik. Memang tidak
mudah, tetapi tidak ada usaha yang sia-sia.
4. Wanita Dengan
Banyak Bekas Luka Di Jiwa
Sebenarnya agak sungkan menulis ini, dan untuk pertama
kalinya saya tulis. Mungkin bisa jadi sedikit membuang jejak rasa yang
mengendap di hati atau mungkin sekedar bercerita dan anggap angin yang berlalu
jika terlalu lebay, hahaha.
Ayah saya sangat keras karena dia juga bagian dari anak-anak
yang pernah terluka di jamannya. Tidak perlu digambarkan seberapa dan bagaimana
kerasnya, karena ketika hatinya sedang lembut dia adalah bak seekor harimau
yang lemah lembut kepada anak-anaknya. Marah dan senyum setiap hari silih
berganti bagai semudah mengubah canel TV., kadang mengaum, kadang tersenyum.
Saya lelah, begitu yanng terasa dulu.
Saat tumbuh menjadi gadis remaja, saya pernah mengalami kerasnya melindungi diri sebagai
perempuan, tidak perlu diceritakan seperti apa, tapi karena ini saya pernah
bermimpi buruk selama bertahun-tahun dan baru sembuh setelah menikah. Kemudian
ketika menikah, anak ketiga saya terlahir istimewa dan meninggal setelah
melalui berbagai tahap, dimana saat itu kondisi saya dan suami secara ekonomi
sedang drop parah.
Sebagian hal di atas yang membuat lubang-lubang di jiwa saya,
yang terlupa oleh waktu, namun ternyata begitu dibuka belum sepenuhnya kering.
Hal ini ditandai dengan mudahnya saya menangis dan tertawa, terpatah-patah
belajar menjadi ibu yang baik dalam emosi. Dan, fakta nyata saya bertahan
sejauh ini karena DICINTAI KELUARGA DAN TEMAN-TEMAN. (Duh, ngerembes air mata
nulis ini, hahaha. Maafkan...)
5. Saya Tidak Pernah Naik
Pesawat
Sebagai penutup, semoga tertawa dengan fakta nomor 5 ya,
hahaha. Aseli, saya belum pernah naik pesawat terbang.
2 komentar
saya pernah juga jadi spg di mall mbak, meski hanya sebentar karena nekat resign dari perusahaan sebelumnya. hehehe
ReplyDeleteMbaaa, Ntar kita naik pesawat bareng yaaa. Hayuuk ya. Yang deket deket aja :*
ReplyDelete