"Bagaimana Menjadi
Ikhlas Ketika Kehilangan Anak?"
Begitu seorang ibu
menerima pertanyaan itu kira-kira apa yang dirasakan? Memang seorang ibu yang
kehilangan anaknya di dunia ini tidak hanya saya, ada ribuan atau mungkin
jumlahnya yang tak terhitung nalar saya. Tetapi tetap rasanya sedih itu sama
dirasakan semua manusia, rasa sedih kehilangan yang manusiawi.
Hampir lima tahun lalu,
tepatnya 15 Agustus 2012 saya kehilangan anak ke tiga, lelaki kecil berusia
tepat 5 bulan yang kami beri nama Anakku Khalil Muhammad Gibran. Pergi di siang
hari setelah semalam tertidur di dada saya dalam keadaan tanpa baju, tubuh kami
saling bersintuhan. Saat itu saya berharap demamnya tersedot ke dalam tubuh
saya, nafasnya yang tersengal merasuk ke dalam diri. Harapan yang sia-sia
hingga saya terjaga pukul 3 pagi dan melarikannya ke rumah sakit.
Tahap
Rasa Karena Kehilangan
- Berasa Tidak waras
Jleb! Saya menatap si
kecil yang terbaring bak gurita (dipenuhi kabel) dan terbayang masa ke depan,
entah kenapa saya tidak rela. Marah, kenapa itu harus terjadi pada saya? Pada
anak saya tepatnya. Kenapa? Saya terdiam, suami yang lebih banyak
bercakap-cakap dengan dokter. Saya bahkan tidak tahu harus mengambil keputusan
apa, harus bagaimana, sampai tidak waras ikut tertawa ketika seorang teman yang
menemani cerita hal-hal lucu. Tertawa yang terasa aneh dan saya benci tawa itu
hingga kini. Kenapa saya masih bisa tertawa sementara Gibran terbaring
didampingi malaikat yang siap membawanya. Mengapa?
Final Gibran harus
dipasang alat bantu di paru-parunya dengan keberhasilan dan kegagalan sama
besar dan saya teriak: TIDAK! Biarkan anakku pergi! Jangan siksa dia, kalau dia
hidup akan menderita, kalau dia dipasang akan pergi. Kenapa tidak biarkan dia
pergi dalam pelukan saya???
Sayang ucapan itu hanya
dalam dada, aksara itu hanya berbaris di kepala, saya cuma bisa menangis dan
berlari meninggalkan ruang ICU. Di pojok kantin yang sepi saya menangis dan
berdoa: Beri yang terbaik, Ya Allah...
- Menangis Histeris Hingga Pingsan
Saya datangi jenazah
Gibran, masih hangat, tiba-tiba saya tidak bisa menangis. Saya menatapnya
bingung, saya pulang membawa jenazahnya yang tadi pagi masih saya pakaikan
jumper, saya harus pulang dan ngapain?
Ketika kaki menginjak
halaman rumah dan melihat tenda serta kursi yang berjajar, orang-orang yang
menyambut dengan wajah sembab, saya pingsan.
- Hanya Diam
Saat terbangun setiap
orang membisikan kata-kata Allah, setiap orang menyebut kata ikhlas, setiap
orang bermunajat bahwa saya sudah memiliki tabungan surga, semua orang meminta
saya ini dan itu. Dan, saya...diam.
Diam ketika dipapah
memandikan Gibran, membelai tubuhnya yang membengkak, biru-biru bekas tusukan
jarum dan selang infus. Diam ketika melihat si kecil dikafani, dia begitu
tampan dan damai, tapi mau dikemanakan? Mau diapakan? Mengapa saya merasa
kosong?
Orang-orang meminta
saya membacakan ayat-ayat suci, meksi sedang haid saya menurut membaca yasin,
menurut untuk mencium yang terakhir kali, pipinya begitu dingin dan keras. Saya
ikut ke makam, melihat lubang merah menganga, melihat Gibran yang sudah
terbalut kain putih dibawa ke dalamnya, saya diam. Mengapa saya diam tanpa air
mata???
Hari menjelang magrib
ketika Gibran rebah di dalam pembaringan terakhirnya, beberapa tangan merengkuh
saya dan saya diam tanpa tangis. Satu persatu tanah merah mulai menutupinya
dengan sempurna, saya tetap diam hingga dipapah menuju kendara. Sepanjang jalan
menuju rumah saya diam hingga tertidur dalam diam.
- Histeris Pada Jam-Jam Tertentu& Menangis Setiap Melihat Bayi-Bayi
Setelah aksi diam,
selanjutnya adalah tangis histeris saya terdengar pada jam-jam tertentu, yakni
menjelang pukul tiga hingga subuh. Saya mencari-cari pakaian yang dikenakan alm
terakhir kali, menciuminya, memeluknya sambil berbisik: Ya Allah, Gibran.. Astagfirullah.
Ya Allah Gibran...Astagfirullah. Terus sampai lelah sendiri..
Dan, setiap bertemu
bayi-bayi saya akan menangis histeris, bahkan ketika menengok teman yang lahiran,
silaturahmi ke rumah kenalan, melihat ada bayi , spontan saya menangis
sejadi-jadinya. Hal ini entah kenapa sulit terkendali, tidak hanya menangis
perlahan tumbuh rasa benci pada ibu-ibu yang bahagia memiliki bayi sehat, lucu.
Benci dengan membatin: Kenapa bayi dia tidak mati? Tidak sakit? Mengapa bayi
saya?
- Benci Ucapan Simpati: Beruntung Punya Tabungan Surga, Harus Ikhlas
Mungkin hampir setiap
kaum muslim akan memberikan kalimat-kalimat di atas jika seseorang kehilangan,
itu benar sekali. Tetapi ketika duka itu tengah melabrak seseorang, rasanya
terlalu naif mendengar kalimat-kalimat itu terus dijejalkan. Sesak rasanya,
sakit. Hati ini, pikiran ini, semua adanya luka, cukup peluk dan doakan dalam
diam.
Sungguh saat itu saya
sulit sekali mencerna akan kalimat: Beruntung punya tabungan surga dan harus
ikhlas. Saya hanya merasa luka, kosong, dan lelah menangis.
- Perlahan Terjaga
Entah kenapa suami saya
senang memperdengarkan lagu-lagu Opick (kebetulan dulu suami cukup mengenalnya
di tempatnya belajar theater), lagu-lagunya yang religi tiba-tiba membuat saya
terjaga. Terbersit pemikiran untuk memasukkan semua benda-benda milik Gibran ke
dalam box dan meletakkanya di gudang belakang agar hilang kebiasaan saya
meratapi benda-benda itu.
Kemudian saya juga
tersadar..
Suami saya ikut
terjatuh sedih, terlihat dia hanya banyak diam dengan polah saya, mengapa saya
membencinya hanya karena dia tidak bisa menolong Gibran? Lalu Lintang dan
Pijar, dua anak itu pasti juga kehilangan adiknya, tapi mereka adalah anak-anak
polos yang butuh orangtuanya normal seperti sedia kala. Tiga bulan cukuplah terlunta
dalam perasaan manusia.
Perlahan saya pun aktif
kembali di dunia kepenulisan atas dukungan teman-teman, suami, anak-anak,
tetangga. Meski dalam perjalanannya dokter sempat mendiagnosa saya stres,
karena sakit-sakitan selama sebulan. Alhamdullilah,
sakitnya tidak berkepanjangan saat kami sekeluarga memutuskan untuk ngebolang
setiap weekend.
- Tidak Bisa Menahan Tangis Setiap Melewati RUMKIT Tempat Gibran Berpulang
Setiap ngebolang ini,
saya menangis sesengguhkan meski di busway, setiap melewati rumah sakit tempat
Gibran berpulang. Terbayang di mata saat saya lari-lari menggendongnya dalam
keadaan nyaris biru, tak terlupakan ketika saya keluar bersama jenazahnya. Saya
benci rumah sakit itu.
Namun karena setiap
perjalanan harus melewai jalan itu (yang ada rumah sakit tersebut), entah
mengapa setelah ke sekian ratus tangis saya hilang. Gejolak rasa di dada
lenyap, yang terasa hanya sebuah kenangan sedih yang saya tutup dalam menyebut
Asma Allah.
- Setahun Kemudian...
Selama setahun semua
saya lewati dengan kepercayaan bahwa Allah lebih memahami apa yang lebih baik
buat saya dan Gibran. Dan, rasa-rasa benci kepada ibu yang memiliki bayi-bayi
sehat hilang, kemarahan pada takdir hilang, melewati rumah sakit itu pun
menjadi datar. Ketika melihat bayi-bayi terutama bayi laki-laki berusia 5 bulan,
saya akan memeluknya dengan rasa cinta dan rindu. Entah bayi siapa itu, bahkan
bayi yang ketemu di jalan.
Bahkan, saya bahagia
sekali ketika bayi itu sehat dan berpikir di matanya ada mata Gibran. Mata yang
menanti saya di surga, tabungan surga.
Apakah ini berarti saya
ikhlas?
Entahlah, setidaknya
saya memahami mengapa saya harus kehilangan Gibran. Lalu sebuah keinginan untuk
membuka box berisi benad-benda Gibran muncul. Saya harus benar-benar memahami
bahwa Gibran sudah jauh lebih bahagia...
Awalnya tangis tak
terbendung ketika semua benda Gibran dibongkar, dibersihkan, dicuci. Beberapa
kali hal ini saya lakukan, buka-tutup
benda-benda alm sampai menjadi sebuah perasaan biasa. Bukan sebuah kenangan
sedih lagi...
- Dua Tahun Berlalu
Dua tahun setelah kehilangan Gibran, melewati masa-masa
sulit...
Saya mengandung dan
ternyata bayi laki-laki. Ya Allah...bahagianya berlipat ganda. Tiba-tiba saya
baru ingat ada satu benda alm yang belum bisa saya ubah dan ini harus saya
ubah: Sebuah tas! Tas yang saya pakai saat membawa alm ke rumah sakit pagi buta
itu, tas berisi bajunya, diapersnya, botol susu ASI'nya. Tas yang saya kira
isinya akan dikenakan alm, ternyata alm tidak sampai menggunakan sudah pergi.
Saya simpan tas itu
utuh dalam almari paling bawah tertumpuk debu, dan ketika membukanya sakit itu
terasa kembali. Tapi semua ini harus diubah! Saya kehilangan dan itu real!
Saya bongkar tas itu,
saya bagikan isinya kepada yang butuh hingga tiada tersisa satu pun. Kadang,
kenangan itu jangan dikenang tapi jadikan sebagai peristiwa yang memang harus
dilewati. Sebab, semakin mengenang dengan membiarkan jejaknya akan membuat
semakin tidak paham rasa ikhlas.
- Nyaris Lima Tahun Kemudian...
Sore ini setelah
ngobrol dengan Leyla Hana, mengapa saya tidak menceritakan bagaimana melewati
tahap kesedihan kehilangan seorang anak. Saya jawab: BELUM BISA! Jawabannya
yang selalu sama, kalau lah saya menulis tentang alm hanya sebatas kenangan
pendek. Namun akhirnya saya putuskan menulisnya meski secara singkat saja.
Mungkin akan bermanfaat bagi yang mengalaminya.
Setidaknya jangan
memaksa diri ikhlas karena itu akan membuat luka semakin dalam. Jalani dan
biarkan alam memproses rasa ikhlas tersebut atas tangan Allah SWT. Bangkit
dengan keberanian, jangan lelah untuk memaafkan diri sendiri. Rasakan kehadiran
Allah SWT, keluarga, kerabat dan teman-teman. Hidup ini adalah kesedihan dan
kebahagian, keduanya harus dilewati hanya kapan itu... rahasia Illahi.
Saya yakin sudah ikhlas
dengan kehilangan alm Gibran.
Jikalau sore ini saya
menangis, pipi saya basah karena harus menulis ini. Itu adalah manusiawi, tanda
bahwa saya memiliki rasa sedih dan bahagia.
Aku ga bisa nahan air mata baca ini. Aku jg blm tahu siap atau gak kalau org2 di dekatku pergi (selamanya). Krn belum pernah mengalaminya langsung. :(
ReplyDeleteSemangat terus ya Mba' :)
ReplyDeleteSemoga Allah limpahkan kemudahan, kesabaran, dan keikhlasan, Aamiin.
ikut merasakan yang mbak Eni rasakan. dan jadi tahu apa yang dibutuhkan orang-orang yang kehilangan: pelukan dan doa dalam diam.
ReplyDeleteAku nggak tahu apa aku sanggup jika mengalaminya... Ya, ikhlas itu hadir seiring waktu.. Semakin orang2 meminta sabar, semakin kosong rasanya...
ReplyDelete*pelukkkkkkkkkkkkkkkkkkkk
ReplyDeleteSaya pernah merasakan nya...
ReplyDeleteMba.
ReplyDeleteBaca tulisannmu aku nangis loh mba..bener ini..rasanya ikut kehilangan. Apalagi seorang ibu yang susah payah hamil dan melahirkan..ketika Allah uji lagi dengN mengambil kepunyaan Allah, padahal kita cuma dititipi..tapi masyaAllah..ujian itu semoga jadi tangga keimanan buat mba eni agar menjadi pribadi lebih baik dan lebih bersyukur..terimKasih sharingnya mba..
Ya Allah... Aku merasakannya saat itu ikut melihat tahapan Mbk Eni menjaga Gibran.
ReplyDeleteYa Allah, saya sesungukan baca tulisan ini Mbaa. Bingung mau komen apa, setiap ibu pasti akan merasakan apa yang Mba rasakan bila kehilangan anak tercinta ��
ReplyDeleteTurut simpati dng kesedihan Mbak Eni. Mungkin sama halnya yg dirasakan Mama saya ketika kehilangan kakak laki saya. Meninggal keracunan CO dlm mobil di garasi rumah sendiri. Apalagi putra pertama. Semoga mbak Eni kuat ya...
ReplyDeleteKesedihan yang tak bisa kubayangkan mbak.belajar arti ikhlas dari cerita mbak. Makasih telah berbagi. Menulis ini pasti tak mudah.
ReplyDeleteInnalillahi wainnailaihi roji'un.. Ya Allah, sedih sekali mbak sy membaca ceritanya :(( Semoga Allah selalu memberi mbak kekuatan dan kesabaran ya mbak.. Aamiin..
ReplyDeleteCukup peluk dan doakan dalam diam...
ReplyDeleteInsya Allah saya juga sudah ikhlas dengan kepergian Afia. Dan Allah memang Maha Baik. Saat kembali hamil, bayi saya perempuan lagi. Sama seperti almh kakaknya. :')
I feel you, mak. Perasaan yang paling aneh ketika kehilangan anak. Malah aku kejadiannya menjelang hari ulang tahunku. Jadinya sampai sekarang ultahku selalu melowww... Semoga kita bisa ikhlas ya mak...
ReplyDeleteMemang tidak mudah ya mbaaa... namun Allah SWT selalu punya skenario terbaik untuk kita semua
ReplyDeleteEn, gue ingat, subuh itu gue nangis. Gak tau kenapa ada rasa sedih yg gimana, gitu. Gue ngebayangin jadi eloe. Rasanya gue gak kuat. Suami gue sampai nanya, siapa sih yg kehilangan bayi? Kamu kok bisa sampai begini?. Makany gue ikutan sayang sama Pendar. Gue ikut senang lihat loe senang. Dan orang2 gak tahu kalau kita sdh lama berkawan di FB.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteMbak Eni...*peluuukk*
ReplyDeleteSalam Kenal yaa Mbak..terima kasih sudah sharing.
Terimakasih ya mb atas sharing nya.
ReplyDeleteSetiap kali ada saudara, teman, tetangga entah siapa itu yg kehilangan anak saya juga seperti orang kebanyakan hanya bisa bilang sabar, tawakal dan anggap saja ini adalah tabungan di surga. Padahal ketika anak sakit saja saya tidak nyenyak tidur bahkan sulit tidur karna kekhawatiran saya. Setiap sebentar cek suhu, dikompres dll. Apalagi jika kisah ini terjadi kepada saya. Mungkin saya sama seperti mbak bahkan lebih parah. Mungkin ini karena kecintaan kita kepada anak2 yg begitu dalam. Skali lagi Terimakasih ya mb sudah mengingatkan saya dan berbagi pengalaman nya.Semoga kita bisa lebih mendekatkan diri kepada Allah #alfatiha
Tak ada yang bisa aku sampaikan selain doa yang terbaik untuk si kecil dan berdoa untuk mba Eni sekeluarga. Peluk mba Eniii
ReplyDeleteAku kehilangan ibu juga sama mba nangis terus hingga akhirnya waktu yang mengobatinya, waktu yang menutupi luka kesedihannya. Apalagi jika diposisi mba tak terbyangkan bagaimana aku pun sakit dan sedihnya. Terimakasih akhirnya sudah mau berbagi mba semoga mba dan keularga sehat selalu aamiin. *peluk kenceng
ReplyDeleteBig big hugs mba eni sayang...
ReplyDeleteNggak bisa berkata-kata... 😢😢
ReplyDeleteGa bisa berkata2 mbak...sesenggukan aku mbacanya. Ga kebayang gmn rasanya. #hugs
ReplyDeleteYa Allah.. malem2 baca ini aku nangisss.. ngebayangin apa yang kamu alami mba langsung nyesek.. peluuukk mba Eni..
ReplyDeleteGa kuat nahan air mata, sabar ya mbak..
ReplyDeleteSaya dlu kehilangan baby juga 5 bulan pas dikandungan, ikhlas emang ga gampang tp pasti bisa dan indah, semangat selalu mbak
Innalillahi wa innailaihi rojiun...
ReplyDeleteMemang susah untuk ikhlas tapi harus!
Semoga Allah memberikan tempat terbaik untuk Gibran menanti ayah & bundanya di pintu surga. Aamiiin 🙏
Subhannalloh. Ini tulisan jujur yang ingin aku baca tentang Mbak Eni.sejak kehilangan Gibran. Karena aku menyimak berita sejak sakit hingga meninggal. Time will heal you. Ternyata benar.
ReplyDeleteTerharu baca cerita ini, jadi kebayang Mama yang kehilangan kakakku. Peluk mba Eni.
ReplyDeleteIklhas itu mudah diucapkan, tapi pelaksanaannya sulit banget! Tak mudah mencapainya, ya, Mba?
ReplyDeleteMembaca kisahmu ini, aku paham banget dan larut dalam masa2 berkabungmu. Kehilangan anak, orang tua, pasangan ataupun org2 yang kita cintai, tentu membekas lara. Bahkan menyeret kita ke dalam derita, juga mampu menjadikan kita berubah ke arah yang sulit dimengerti oleh orang lain. Tenggelam dalam nestapa berkepanjangan.
Butuh waktu untuk bangkit. Tak bisa buru2 apalagi dengan dijejali oleh kalimat2 yg bagi org lain terdengar lumrah. Tapi bagi kita? Ga ngaruh, yg ada malah bikin kita makin benci. :)
Mba, thanks sdh berbagi cerita ini. Semoga byk pelajaran dalam bersikap yang bisa dipetik dari tulisan ini,ya!
Turut bahagia melihatmu kini sudah bisa beranjak dari 'zona sulit ikhlas' ke zona yang ini. Semoga dengan terbitnya tulisan ini, dirimu sudah masuk zona ikhlas ya, Mba.
Sehat dan bahagia selalu bersama orang2 terkasih, ya, Mba!
Salam,
Alaika
Mba, aku bacanya gk tega :( klo ngelayat/takzian anak2 yg meninggal jg aku ikut nangis, gk sgup bayangin klo itu anakku. Peluk mba Eni
ReplyDeleteSaya selalu menduga-duga rasanya, Mba. Rasa kehilangan orang-orang yang saya cintai. Pun saya hanya menduga2 bagaimana reaksi saya nanti jika itu terjadi. Tapi iya, saya setuju sama Mba Eni. Bahwa tak apa2 jika awalnya kita tidak ikhlas. Karena ia tidak bisa dipaksa. Dan selanjutnya waktu lah, yang menjadi sebaik-baik obat :)
ReplyDeleteKeikhlasan kunci ya bun. Tabungan surga yg siap menyambut Bunda Dan paksu dengan Muka cerah Ceria dan menyatakan aku senang bertemu orangtuaku lagi
ReplyDeleteKalau memang ingin menangis, biarkan saja menangis, Mbak. Menangis bukan berarti kita tidak ikhlas kok. Rasa rindu kehilangan yang tersayang pasti sesekali datang. Tak apa. Peluk Mbak Eni dari jauh.
ReplyDeleteSaya ga bisa bayangkan jika ini terjadi dan saya alami. Semoga manfaat serta keikhlasan ini jadi pahala buat Mbak Eni dan Gibran ya... Amin...
ReplyDeleteMba Eni..
ReplyDeleteSaat membaca ini, pipi saya pun sembab.
Bagaimana perasaan mba Eni bisa saya rasakan.
Karena beberapa bulan yg lalu, saya ditinggal Bapak Rahimahullah.
Sakit
Patah hati
Susah sekali digambarkan.
Tapi saya utak-atik lagi.
Saya harus bersyukur, sudah diantar sedekian dewasa oleh Bapak.
Kalau Bapak berpulang, saya harus rela melepaskan dan mendoakan agar Bapak bahagia di dunia barunya.
La Hawla wa laa kuwwata illa billah...
Bunda yang sabar selalu ya bun. Semoga anak2 sehat selalu dan kedua orangtuanya diberi kekuatan. Dek Gibran akan menunggu bunda di pintu surga nanti. Kemarin bos saya juga kehilangan anaknya umur 5 th sakit paru. Biasanya dia main sama saya, saya juga kehilangan sekali meski bukan orangtuanya. Ada luka yang menganga juga.
ReplyDeleteSedih, iknow what you feel, betul nggak bhs inggrisnya, aku sempat keguguran padahal ngarap bgt pnya anak sampe koleksi test pack berharap hasilnya berubah yg asal positif tetap positip bukan negatif, nangis dalam diam setiap lht bayi, berkata dalam hati harusnya bayiku nanti selucu ini, sesehat ini dan andai lainnya untungnya hanya sebulan setelah kehilangan aku positifhml lg
ReplyDeleteTante saya pernah kehilangan 2 anaknya. Anak pertama, saat dilahirkan. Kembar tetapi hanya 1 yang selamat. Kejadian kedua saat anaknya berusia 5 tahun karena leukemia. Sekarang anaknya tinggal 1.
ReplyDeleteMemang gak mudah. Proses menuju ikhlasnya pun panjang. Hingga pada akhirnya tante saya bisa berkata, "Untung masih ingat dengan Allah. Kalau enggak mungkin sudah gila."
Terima kasih sudah berbagi cerita, Mak
Hai mbak eni yg namanya sm dgku. Alhamdulillah mbak eni bisa menuliskan kisah hingga membuat kami pembaca menangis. Memang mudah berucap dan blm tentu kita sendiri bs tabah jika memgalaminya. Betapa tabah dan sabar ya mbak eni terutama suami. Saluut. Peluk dr jauh ya mbak
ReplyDeleteMbaa, Keep husnudzon ya mba.. Aku ikut sedih baca ceritanya.
ReplyDeleteMbak Enii, aku ikut sedih membaca kenangan mbak bersama Gibran. Ya Allah, aku enggak bisa membayangkan kalau itu terjadi padaku walaupun aku yakin seyakin yakinnya bahwa hidup dan mati itu urusanNya
ReplyDeleteKehilangan itu pedih..walau hanya mendengar cerita..
ReplyDelete*Peluk"
Asli mbak, aku speechless. Ga kebayang rasanya ya Alloh, ky orang bingung beneran.
ReplyDeleteGak bisa ngebayangin rasanya ditinggalkan. Aku aja sedih melihat kucing ku mati.
ReplyDeleteMbak, aku ikut terluka baca tulisan ini. Gak terasa jadi ikut nangis juga. Aku gak bisa banyangkan rasanya kehilangan seperti ini. :(
ReplyDeleteSubhanallah, saya mengerti sekali rasanya mba. Tahun ini genap 6 tahun kepergian si sulung tercinta dan proses penyembuhannya pun lama. Tapi seminggu lalu Allah kembali menguji keluarga kami dengan kehilangam buah hati yang tersayang untuk kedua kalinya di usianya yang masih 4,5 tahun. Luka yang hampir sembuh, menganga kembali :( Saya lagi mencoba menguatkan hati ketika ketemu blog ini. Lagi mencoba menata hati, karena juga dalam posisi sedang mengandung 7 bulan. Semoga keluarga kami segera diberikan kesabaran dan keikhlasan seluas samudera untuk menjalani ujian ini. Aku Aamiin ya Allah..
ReplyDeleteSakit bgt nyesek bgt saya baru 6 hari kehilangan anak pertama saya yg saya tunggu 5 thn dlm usia 4 bulan, saya ga tau kapan bisa bangkit, hancur bgt sehancur2nya, menunggu 5 thn buat saya tdk terlalu menyakitkan, tp kehilangan hanya dlm umur anakku 4 bulan benar2 menghancurkan hidup saya, tolong saya ya Allah
ReplyDeleteKak, sy juga baru kehilangan anak ke 3 sy usia 6 bln, 2 minggu lalu,rasanya sungguh memilukan..membaca blog kakak ini menguatkan sy, suatu saat nnti sy akan mampu menjalani hidup kembali, tpi belum untuk saat ini..
ReplyDeleteMeskipun saat2 awal ditinggal sy cukup tegar bertemu org2, tp tdk ketika sendiri, menatap kakak2nya terlelap ingin rasanya si adek tiba2 ada ditengah mereka..hati rasa hampa meski tanpa tangis..
I feel u too mba, tepat 27 juni 2020 aku jga merasakan hal yg sama bayi laki2ku umur 10 bln pergi menghadap sang pemilik-NYA, smoga kt slalu menjadi ibu2 yg kuat :')
ReplyDeleteAku mengalami hal yg sama , Khairunnisa Luthfya Putri anak pertamaku , diumur 3bulan 20 hari . Dia tiada , kejadian nya sama persis seperti cerita diatas . Aku baru saja 2minggu kehilangan diaa
ReplyDeleteSemua ibu yang kehilangan anak akan hancur dan sakit. Kehilangan anak bagaikan kehilangan jiwa. Saya masih mengalami fase hancurnya hati setelah meninggal nya anaku ke 2 Maulana putra Rizqi yang berumur 18 bulan.
ReplyDeleteTulisan ini membantuku utk kuat dan bangkit. Anak gantengku Alfando 3 thn 7 bln. 18 September 2020 menghadap penciptaNya utk selamanya. Bahagialah wahai kalian anak2 penghuni surga. Nantikan kami DISANA
ReplyDeletekehilangan anak merupakan kepedihan bagi seorang Ibu, berusaha tegar menjalani kehidupan meskipun sakit sampai akhir dipanggil kembali oleh Allah sambil berharap akan bertemu dengan buah hati di disana
ReplyDeleteNemu tulisan ini dan sedang diposisi ini.
ReplyDeleteSangat paham apa yg kamu rasakan. Tepatnya tgl 15 januari 2021 anak pertamaku lahir lebih tepatnya lahir tanpa nyawa. Aku melahirkan seorang bayi yg sudah tak bernyawa karna ia sudah meninggal dikandungan. Hancur? Kecewa? Sakit? Entah apa yg aku rasakan, bayi yg sudah sangat kujaga selama 9bulan akhirnya kulahirkan sudah tak bernyawa. Mencoba untuk terus ikhlas, tapi hati tak bisa bohong. Setiap memandang wajahnya difoto hanya tangisan yg keluar, bayi mungil yg sangat kunanti2 kini sudah disurga. Tenang disana nak, ibu ikhlas. Semoga hanya soal waktu. Semoga Allah segera memberikan ibu penggantimu. Tunggu ibu disurga nak
Kita senasib mba saya kehilangan putra ke 3 saya yg saya lahir 18 januari 2021 dan dia pergi di tgl 22 januari setelah menunggu saya keluar dari rmh sakit dan menunggu ayahnya sholat jumat, sampai saat ini saya jg msh tdk percaya knp bs terjadi, padahal dokter selalu bilang bayinya sehat2 saja ternyata setelah keluar dia ada masalah di paru2nya rasanya ingin teriak dan marah serta kecewa dgn dokter tsb tp saya bs buat apa? Dia udh gk ada sampai kpn pun saya merenung dia gk akan kembali padahal saya sdh siapkan semuanya utk keperluan dia sblm dia lahir, hati ini hancur dia tdk pakai apa yg di beli orang tuanya dia pulang dgn memakai baju putih ..sampaj saat ini kalau saya ingat saya rasanya ingin menangis dan bertanya knp tuhan memilih saya ...padahal sblmya anak ke 2 jg kguguran
DeleteSy mengalaminya skrg.. Februari 24 2021 .. Anak laki laki yg sy dan suami inginkan meninggal dunia... Dengan diagnosa hydrop fetalis.. Kelainan jantung dan paru paru.. Skrg sy merasa depresi, dunia hancur, untuk sembuh pun sy ga ada niat, sy melahirkan oprasi sc.. Skrg sy benci melihat bayi, org hamil... Setiap sy melihatnya sy selalu menangis. Dan tersirat di pikiran sy, sy harus secepatnya hamil.. Tp apa daya sy lahiran sc, tdk bisa langsung cpt hamil.. Dan disisi lain sy juga trauma seperti ini lg klw hamil.. Karna sdh 2 bayi sy meninggal ya allah.. Sy ga tau harus apa lg skrg..
ReplyDeleteNasib kita sama bun,,, Saya juga mengalaminya tgl 14 Oktober 2019 lalu dan sampai sekarang luka itu masih tersisa dan akan membekas untuk selamanya. Saat sy mengetik membalas tulisan ini, air mataku berlinang tak tertahankan. Takut hamil lagi karena trauma berat. Sy sadar memang inilah realita hidup yang harus kujalani dan tetap harus menjalani hidup ini. Satu hal yang saya dapatkan saat ini yakni hikmah di balik semua itu.
DeleteAku baru kehilangan anak ke2 di usia 5th 6 bln tgl 10 maret 2021 jd baru 18 hari yg lalu, sakit perih msh terasa berat,, ikhlas, entah apakah aku sdh ikhlas ataublm,, aku sedang bljr menuju kata ikhlas, bljr menata hati bljr mengobati luka hati aku, entah sampai kapan
ReplyDeleteassalamualaikum,
ReplyDeletesaya baru saja kehilangan buah hati yg sangat saya cintai 8 Mei lalu. Dan saya merasakan hampir sama seperti yg ibu tulis di post ini. Sungguh ikhlas memang mudah diucap di mulut, namun ternyata tidak di hati. Terima kasih sudah berbagi pengalaman ini. Sangat membantu menguatkan hati. Wassalam.
Mb aku jg pernah kehilangan bayiku 11 thn yg lalu. Bayi perempuan... Aku punya anak 2 laki2. Saat ini alhamdulillah dititipin lagi bayi perempuan. Saat kutulis ini usianya kurang lebih 22 hari. Mbak... trauma kehilangan itu menyiksaku. Aku sangat takut kehilangan ankku lagi... aku takut anakku kenapa2. Aku sering menangis tanpa sebab, hanya karena muncul rasa takut yang sangat akan kehilangan bayiku lagi...
ReplyDeleteAssalamualaikum mba En smoga qt dberi kelapangan hati untuk bs menerima takdir Allah.. baru 3 mgg lalu q kehilangan ank perempuanq umur 10bulan.. q pikir ankq yg ke 6ini bs menemani org tua nya hingga dewasa setelah 5x q kehilangan.. tp Allah lbh syg ank2q.. kecewa marah sedih bersalah bercampur jd satu.. q paham mrka adl titipanNya.. tp rasa cinta ini jd sayatan besar di hati.. di luar q bs tegar.. tp ketika sendiri q hanya bs menangisi.. ntah sampai kapan q trz bgni.. q hany bs mencoba ttp kuat menghadapi kehidupan yg terus berjalan ini.. smoga qt bs saling menguatkan..
ReplyDelete