Suatu hari saya
berkunjung ke rumah salah satu famili, dia dan suaminya bekerja di luar rumah.
Dua anaknya, usia 2 tahun dan bayi diasuh oleh seorang pengasuh yang merangkap
ini itu. Kok semua bisa beres, hebat
betul si ‘Mba’, pasti kerjanya
rajin, begitu lah pujian dilontarkan sehingga si Mba ini sudah bekerja selama
dua tahun tanpa cela. Gene hari, susah loh, cari pengasuh maupun ART yang bisa
cocok. Bisa dipercaya 100%, ditinggal dari pagi hingga sore atau malam.
Rahasia apa di balik
itu? Saya melihat sendiri bagaimana batita usia dua tahun itu asyik memegang
gadget sambil rebahan di kamar. Menonton lagu-lagu, game bayi, dan sejenisnya
yang direcomed edukatif. Ketika
gadget itu saya minta, si batita menangis keras. Meski dialihkan ke mainan lain
atau diajak bercakap-cakap,tetap terus merajuk meminta gadget tadi.
“Jangan diambil, Bu,
nanti nangis terus. Saya tidak bisa ngapa-ngapain nanti.”
Glek! Saya langsung
menelan ludah. Saya pun teringat si kecil Pendar (2tahun), kalau melihat hape
saya pasti dia tertarik, jika saya meletakkan hape begitu saja maka tangan
kecilnya akan mengutak-atik. Beberapa kali telepon ke temen-teman saya,
mengirim icon-icon ke inbox, melihat vidio anak-anak. Jika saya terlena, pasti hal
itu akan menyenangkannya dan... bisa jadi akan seperti anak famili saya.
Karena saya mendampingi
Pendar, hanya memiliki satu hape, saya senang bermain drama, bercerita,
mengajak bermain yang aktif seperti lompat tali, jalan-jalan ke taman, dan
sebagainya. Meski gadget sesekali Pendar pegang, jika sedang memegang hape saya
dan diminta akan segera diberikan. Tetapi, tetap saja soal gadget ini harus tetap waspada!
Di Indonesia penggunaan
gadget memang sudah seperti kebutuhan premier. Sudah biasa jika kita melihat
pemadangan seorang anak atau bahkan batita asyik bermain gadget di tempat umum,
termasuk restoran agar si kecil tenang. ‘Agar Tenang’ ini menjadi racun yang
membuat orangtua atau orang dewasa tanpa sadar menciptakan anak pecandu gadget. Bahkan, para orangtua akan melotot dan melontarkan hal-hal negatif ketika anak batita aktif berpolah di restoran, ketimbang anteng dengan gadget.
Press Conference Treatment Launching Gadget Holic |
Sebenarnya bahaya apa
yang mengincar di balik kecanduan gadget? Selain tentu saja sosialisasi
terhadap dunia nyata jadi terbatasi, penglihatan terganggu, secara fisik anak
menjadi kurang gerak sesuai dengan kebutuhan tubuh, bentuk tubuh juga bisa
terganggu. Loh kok, bisa? Yups, berapa waktu lalu saya berkesempatan hadir di
acara Press Conference Treatment Launching ‘Gadget Holic’ yang diprakasi oleh
Mom n Jo Training Center. Lokasinya tidak jauh dari tempat tinggal saya, yakni di Jalan
Sawo, Cinere Gandul - Depok.
Acara yang dibuka oleh
Direktur Mom n Jo, Indah Wulan Sari dan Founder Mom n Jo, Fifi Lim. Serta
menghadirkan Marybetts Sinclair, LMT, trainer treatement asal California,
Amerika Serikat, yang memperagakan cara treament bagi anak yang kecanduan gadget.
Mengapa kecanduan gadget amat membahayakan:
Pertumbuhan bola mata
yang normal membutuhkan campuran stimulasi visual yang kompleks, seperti
intensitas cahaya dan warna yang berbeda bukan warna yang menjemukan, seperti
yang sering ditemukan di dalam rumah atau halaman buku. Membaca dan beraktifitas
dalam rumah lainnya tidak dapat
memberikan stimulasi visual yang cukup. (Danniel Liemberman, The Story of The
Human Body, 2013)
Nah, Anda bisa
bayangkan bagaimana kalau anak banyak berkutat di depan gadget setiap hari,
selama berjam-jam? Karena perkembangan kemampuan melacak secara visual dan
kesadaran secara visual spasial dibutuhkan gerakan, olahraga, berekreasi. Diluar
sadar bisa terjadi terkena serangan presbiopia dini yang disebabkan ketegangan
mata yang terlalu sering melihat layar.
Posisi tubuh yang tidak tepat secara terus-menerus menyebabkan gangguan kesehatan |
Diantaranya ciri-ciri
terkena serangan presbiopi adalah sakit, lelah, perih, atau mata kering.
Penglihatan buram atau dobel, dan meningkatnya sensitifitas terhadapt cahaya. Ditambah
lagi dengan posisi anak saat asyik bermain gadget bisa menghambat pertumbuhan
tulang punggung secara baik. Waduh, benar-benar waspada ya dengan gadget
terlalu dini dikenalkan ke anak-anak, meski pada orang dewasa juga bisa terjadi
hal-hal seperti yang diulas di atas.
Oya, supaya kita
sebagai orangtua lebih waspada sebaiknya amati gejala berikut ini. Menurut Dr.
Anggia Hapsari, SpKJ (K), jika anak atau (bisa) orang dewasa mengalami hal di
bawah ini, maka positif gadget holic:
Dr. Anggia Hapsari, SpKJ (K) |
- Menghabiskan sebagian waktunya dengan gadget
- Mengabaikan orang lain yang mengajaknya bicara, memanggil atau bertanya
- Sering menunda pekerjaan lain hanya untuk asyik dengan gadget
- Merasa tidak nyaman jika tidak memegang gadget
- Selalu merasa (harus) mengececk notifikasi
- Merasa mati gaya atau gelisah jika tidak mendapat jaringan, habis kuota, dan setiap tiba di sebuah lokasi hal pertama yang membuatnya fokus adalah wifi
- Jika itu terjadi pada anak-anak maka anak akan mudah marah, menangis, uring-uringan, bosan, jika tidak memegang gadget.
Marybetts Sinclair memperagakan treament gadget holic kepada seorang anak |
Dampak-dampak ini lah
yang menginspirasi Mom n Jo sebagai tempat treatment kehamilan, bayi, dan
anak-anak kemudian membuka fasilitas treatment pecandu gadget atau gadget holic. Mereka yang merasa sudah sangat terganggu secara fisik dan psikis. Treatment ini bisa
dilakukan dari anak usia 2 tahun hingga orang dewasa. Namun tentu saja meski
sudah ditreament, pemulihan tergantung dari pola asuh atau pola hidup Anda
dalam menyikapi gadget.
Si kecilku juga mulai kecanduan gadget, Mbak :(
ReplyDeleteTerkadang malah membuatnya malas pergi ke sekolah (si kecil sudah TK A). Sebagai orangtua, saya dan suami juga merasa bersalah karena membiarkan si kecil mengenal gadget. Sepertinya saya harus mulai menghentikan kebiasaan dia nih.
Terimakasih sudah berbagi artikel yang sangat menginspirasi ini :)
Setuju, mba1 Selagi masih TK, masih mudah mengarahkannya.Moga berhasil ya, mba. bisa juga coba juga sharing ke Mom n Jo
DeleteKok aku jadi ingat anakku ya? :'D
ReplyDeleteAyo, Mba Anisa mulai sapih gadget. Tapi liburan nih yang kadang susah berdamai ya
DeleteKewreeennn tulisannya dul... nanya dunk kalo saya emaknya yg kecanduan piye dul? Hihihi
ReplyDeleteEmaknya harus membiarkan hape mati jika sudah low, jangan punya power bank. Kecuali memang pekerjaan lo, nuntut dengan hape, Mel. kayak blogger, OS, mau gak mau itu senjatanya hape
DeleteGadget emang seperti dua mata pisau. Menganggu dan merusak. Yang penting bijak dalam menggunakannuly
ReplyDeleteAnak2ku kalau megang gaget biasanya minta persetujuan emaknya dulu soalnya tiap mereka pegang gadget emaknya langsung "melotot" hehehe
ReplyDeleteGadget bagus juga sih buat anak, tapi sesekaliaja, moga gak sampai kecanduan :D
Wah kalo dari kecil keterusan kecanduan gadget emang rada bahaya, Mak. Adekku termasuk yang udah kecanduan gadget. Nggak bisa lepas. Kalau lagi asyik trus diinterupsi malah kadang ngamuk.
ReplyDeleteAnak saya yang besar, suka gelisah kalau gak liat hape. Pasti ingin baca notif di hape. Katanya takut ada PR atau pengumuman dari sekolah. Jadi serba salah. Kalau di larang, dia ketinggalan informasi. Tapi tetep aja, sebisa mungkin saya batasi penggunaannya.
ReplyDeleteUntuk yang kecil, saya lebih ketat lagi, takut kecanduan seperti kakaknya :(
Jd inget anakku jg mba.. Yg gede udah mulai suka nonton video di youtube.. Masih bisa dibilangin sih klo jgn lama2, tapi khawatir jg klo nantinya jd kcanduan gitu.. Semoga aja enggak.. Treatment ini udah ada di semua Mom n Jo ya mba?
ReplyDeleteIya, mba Dita. Anakku yang kecil juga suka lihat vidio you tube,biasa aku minta setelah cukup batas waktu yang aku berikan
Delete
ReplyDeletekayanya aku kena deh... suka cek notifikasi...hahahahaha.
wah aku nih kayaknya mengarah gadgetholic -_- makasih sharingnya mbak jadi tau banyak tentang ciri2 gadgetholic
ReplyDeleteaku ni kayanya kecanduan gadget walaupun untuk kerja sihh huhu piluu
ReplyDeleteAnak saya juga dulu begitu, susah banget lepas dari gadget sampai akhirnya saya putuskan langganan internet biar anak ga mudah download, nonton youtube dll
ReplyDeleteSemenjak koneksi internet terbatas, akhirnya dia mulai ga terlalu sering pegang2 hp & semenjak dia mulai TK saya kasih aturan baru, boleh maen hp asal harus belajar dulu & waktunya dibatasin
Kalau kita ngasih tau nya pelan2 biasanya anak juga nurut plus kita sebagai orang tua juga harus ngasih contoh jangan kebanyakan pegang2 gadget kalau depan anak, nanti diprotes :)