Sumber:Google |
Gema Bhineka Merdeka
Menurut C.W. Watson
(1998) dalam bukunya Multiculturalism, pada hakikatnya masyarakat multikultural
adalah masyarakat yang terdiri atas berbagai macam suku yang masing-masing
mempunyai struktur budaya (culture) yang berbeda-beda.
Namun pertanyaan yang
membentur adalah, masihkah Indonesia Berbhineka Tunggal Ika. Memang Bhineka
Tunggal Ika masih tertera dengan manis, sempurna dalam aksara yang berbunyi:
Berbeda-beda tetapi satu juga. Hanya dalam prakteknya masih terlihat hilangnya
Bhineka Tunggal Ika. Hilang kemana?
Perlu diingat dengan
baik, Indonesia terdiri dari lebih 300 kelompok etnis dan suku bangsa. Dimana
semua membangun Indonesia dengan semangat Bhineka Tunggal Ika, dimana banyak
agama, banyak bahasa dan golongan bersatu padu memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia. Jangan mengabaikan perbedaan yang real ada di Indonesia. Selayaknya anekaragaman budaya diakui dan dihormati,
sehingga bisa difungsikan secara efektif dalam menngatasi isu-isu separatisme
dan disintegrasi sosial.
Tentu tidak mudah
membangun sebuah kesatuan di negara plural seperti Indonesia yang memiliki struktur
masyarakat majemuk , karena itu diperlukan sikap tolerasi. Seperti yang
dikatakan salah satu pembicara dalam acara Ghema Bhineka Merdeka, Rocky Gerung-dosen filsafat Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia: Bahwa toleransi atas keberagamaan
adalah kekuatan indonesia untuk merdeka dan berdaulat.
Indonesia dan Masyarakat
Multikultural
Sumber Gambar Google |
Karena negara yang
memiliki struktur masyarakat multikultural biasanya memiliki masalah:
Etnosentrisme
Anggapan suatu bangsa atau ras
bahwa kebudayaan mereka paling benar dan paling bagus, atau paling riil dan
logis.Primordialisme
Perasaan kesukuan yang berlebihan.
Stereotip
Konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yang subjektif dan tidak tepat, sebab masyarakat Indonesia memiliki banyak keragaman suku dan masing-masing suku memiliki ciri khas masing-masing, tidak baik jika membesar-besarkan perbedaan tersebut.
Prasangka dan diskriminasi
Adalah dua hal yang relevansi
Perbedaan kepentingan masing-masing
Setiap individu memiliki kepentingan masing-masing, yang riskan menimbulkan protes, dsb.
Konflik
Karena masyarakat multikultural sangat riskan timbul konflik, entah konflik berbau agama, suku, ras dan antar golongan.
Di
indonesia seharusnya memiliki masyarakat yang multikulturalisme atau masyarakat yang memiliki ideologi yang sangat mengakui
dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun
secara kebudayaan agar segala konflik tidak terjadi. Multikulturalisme
mengajarkan semangat kemanunggalan atau ketunggalan (Tunggal Ika) yang paling
potensial melahirkan persatuan yang kuat,dan pengakuan adanya pluralitas
(Bhineka) budaya bangsa yang menjamin persatuan bangsa.
Indonesia
dan Budaya
Rocky Gerung |
Karena
itu dalam mengambil keputusan membuat UU juga mau tidak mau akan terjadi
benturan dalam kebudayaan yang telah ada. Sebagai contoh UU Pornoaksi dan
Pornografi. Beberapa kelompok menyadarkan pada sebuah kebudayaan di Indonesia: pakaian
adat asli suku Papua yang masih mengenakan koteka (penutup kemaluan yang
terbuat dari buah mirip ketimun) bagi laki-laki dan Sali (rok yang terbuat dari
rumput kering)-bertelanjang dada bagi wanita.
“Juga pakaian adat Bali yang mengenakan kemben, apakah ini akan dihapus
karena masuk ranah UU Pornografi?” ucap Rudolf Dethu-
ketua MBB yang hadir pula dalam acara Gema Bhineka Merdeka.
UU
antimiras dan Antiminol, melihat kebudayaan beberapa suku di Indonesia masih
mengkonsumsi alkohol, bisa kita temukan salah satunya di Baduy Dalam-Banten, mereka
mengkonsumsi tuak aren untuk stamina. Tradisi ngirisin (menyadap tuak) di Desa
Tri Eka Buana-Bali, disana penduduknya 90% memiliki mata pencarian sebagai
ngirisin secara turun temurun.
Disinilah,
perlunya dilihat sudut pandang yang cermat tentang UU tersebut baik dari segi
kebaikan masyarakat Indonesia maupun kebudayaan yang dimiliki dan mengakar kuat
di Indonesia agar kebhinekaan tetap jaga. Namun meski begitu, perlu diingat ada
juga kebudayaan-kebudayaan yang tidak baik untuk dipertahankan.
Menurut
Rocky Gerung, kebudayaan yang berbahaya. Salah satunya kebudayaan Misoginis, kebudayaan
yang membenci atau tidak menyukai perempaun. Misogini
ini diwujudkan dalam berbagai tindakan dan cara, termasuk diskriminasi seksual,
fitnah perempuan, kekerasan terhadap perempuan, serta objektifikasi seksual
perempuan. Dibeberapa daerah di Indonesia masih terdapat budaya ini, misalnya
dulu di Banyumas terdapat budaya Ronggeng.
Rupanya
pandangan-pandangan seperti ulasan di atas membuat 23 forum pemuda dan kelompok
LSM menuangkan ide untuk menandatangi
Deklarasi Aliansi Kbhinekaan dalam acara Gema Bhineka Merdeka. Dalam deklarasi
masing-masing forum dan LSM saling mengeluarkan pemikiran mereka, dari harapan hingga kekawatiran. Namun lepas dari
semua itu menurut saya pribadi sebagai bagian dari bangsa Indonesia menjadi
Kebhinekaan adalah kewajiban setiap individu yang berwarga negara Indonesia
sehingga Indonesia menjadi negara yang nyaman bagi semua kalangan.
Jangan biarkan Indonesia kehilangan Bhineka Tunggal Ika. Mari menjaga kemerdekaan
yang dideklarasikan 71 tahun lalu di atas tangan-tangan seluruh bangsa Indonesia
yang beraneka ragam ini.
Kebebasan bukan terkandung dalam tindakan-tindakan yang kita
sukai, tapi ada pada hak kita saat mengerjakan sesuatu yang seharusnya."
Paus Johanes Paulus II (1920-2005).
wuah analisanya keren mbak pake teori dan definisi ilmiah segala ;).
ReplyDeleteAissh, ulasan Mba Dina tuh aku suka ^_^
ReplyDeleteStereotipe itu yang masih kerap terjadi ya mba
ReplyDeleteSebagian besar dari kita terlalu fokus pada perbedaan (kebhinekaan). Padahal kita punya lebih banyak hal yang bisa disebut Ika (kesatuan)
ReplyDelete:)