Saya sendiri tidak tahu
sejak kapan baju baru menjadi budaya saat lebaran, seingat saya sudah sejak
kecil mendapat baju kalau hari lebaran. Rasanya bahagia sekali, bahkan
kebahagiaan itu masih terasa hingga kini saya sudah menjadi orangtua. Terasa membekas dalam ingatan sehingga
detill-detilnya bisa saya ceritakan ke anak-anak.
Ibu saya biasa
membelikan anak-anaknya baju baru menjelang lebaran, entah kenapa. Ada dua hal:
mungkin karena Bapak baru dapat THR mefet dan malam lebaran harga menjadi murah
meriah. Walaupun belanja menjelang lebaran itu seperti antrian sembako gratis.
Jadi berjubel luarbiasa, bahkan sampai buat melangkah pun sulit. Baik itu di
mall atau pun di pasar tradisional,
harga-harga berubah total , pembeli saling berebut. Pernah baju yang saya beli terdapat bercak
tanah karena terinjak-injak pembeli yang serabutan saling berebut membeli.
Semua keramaian itu
bubar ketika pukul 12 malam, pasar hanya menyisakan sisa sampah dan bunga yang
berguguran, bunga segar yang banyak dijual seperti bunga sedap malam. Bunga sedap malam ini juga menjadi bunga yang
khas ada di hari raya. Dan, mall-mall ditutup rapat-mungkin karyawannya sudah
sangat letih juga yang biasa tutup pukul 10 malam jadi molor hingga pukul 12
malam demi memenuhi hasrat pembeli yang akan merayakan lebaran esok harinya.
Jadi baju baru yang
dibelikan ibu tidak dicuci tapi langsung saya pakai dong? Lah iya lah, bahkan
harumnya itu adalah khas sekali. Harum baju baru yang saya sukai. Tahu tidak?
Begitu sampai rumah,
terkantuk-kantuk baju hasil berburu bersama ibu dan adik-adik saya digantung di
kamar, lengkap di bawahnya ada sepasang sepatu. Yang (lagi-lagi) paling saya
ingat baju baru model dress balon-baju yang menggelembung bagian bawahnya,
sedang in di jaman itu. Menggelembung karena dalamnya diberi rangkapan bahan
tipis berapa lapis dan dijahit sedemikian rupa hingga membentuk seperti
gelembung ketika dipakai, warnanya polkadot biru tua. Sementara sepatunya model
flastshoes corak kotak-kotak merah mirip corak rok tartan skotlandia, ada pita
hitam di bagian depannya. Semua itu pilihan saya, walau kalau dipikirin
sekarang... kok ya, gak nyambung yak polkadot biru tua sama tartan merah
wkwkwkwwk.
Hingga SMP..perlahan
budaya baju baru meredup. Ibu sudah tidak terlalu excited mencarikan baju baru
karena kami anak-anaknya sudah tidak terlalu menyambut baju baru dengan
huru-hara. Kami lebih sering meminta uang mentahnya atau pasrah...terserah deh
mau dibelikan baju baru atau tidak. Kalau pun dibelikan kami hanya pesan
modelnya dan malas ikut berburu seperti waktu kecil dulu. Meski begitu tetap
menjadi kenangan terindah masa-masa berburu baju baru bersama ibu dan adik-adik
saya.
Maka ketika anak-anak
saya lahir secara otomatis budaya itu saya terapkan tapi bedanya, saya tidak
suka berburu menjelang lebaran, malas dengan suasana pikuk. Bahkan saat anak
kedua, ketiga lahir... saya lebih suka membelinya jauh-jauh hari. Mencicil
secara bergantian, siapa dulu yang dibelikan. Selain biar tidak langsung
mengeluarkan uang banyak, kami mencarinya dengan santai sampai menemukan model
yang klik. Tapi tetap pilihan model ada di tangan anak-anak.
Biasanya kami
jalan-jalan, lalu memberi mereka kebebasan beli baju dengan nominal sudah kami
tentukan, dan mereka terlihat senang betul meski tidak seatusias saya. Mereka
selesai membeli ya menyimpannya di lemari, tidak ada acara mencoba atau menatap
lama-lama. Padahal hari-hari biasa saya juga jarang membelikan mereka baju
selama yang dikenakan masih cukup. Moment beli baju di hari biasa hanya kalau
kebetulan lewat ada harga obral parah alias..anjlok! Saya ini pencinta barang
bagus (baca: branded tapi murah hahaha).
Lalu apa?
Ya, tentu saja budaya
baju lebaran ini saya teruskan ke anak-anak hanya sekedar ingin menciptakan
satu kenangan indah kepada mereka tentang saya-tentang kegiatan menjelang
lebaran dan kenangan manis sejenis yang juga saya miliki dari ibu saya. Sebab
buat saya, adalah kewajiban orangtua memberikan sesuatu yang menjadi kenangan
manis bagi anak-anaknya kelak.
Jadi?
Ya jadi tidak perlu
ragu atau merasa berlebihan jika memang anda ingin membelikan baju baru
anak-anak untuk lebaran. Mengajak mereka berbelanja dalam suasana lebaran yang
meski tidak dekat-dekat lebaran mall lumayan ramai. Menumbuhkan rasa bahagia di
hati anak-anak yang polos biar kelak mereka punya cerita tentang lebaran dan
ibunya kepada anak-anak mereka, sesederhana ini impian saya.
Dan
Ketika menulis ini
betapa saya jadi rindu ingin pulang-rindu Ibu-rindu kamar lama dan almari tua
yang masih menyimpan baju-baju saya. Aromanya mungkin sudah apek, warnanya
mungkin sudah pudar. Ada sebagian yang juga sudah dihibahkan ke oranglain atau
hilang oleh waktu, tapi kenangannya tidak lengkang kecuali oleh lupa yang
digerus alam.
jd inget pas kecl dulu :).. akupun dulu selalu seneeeengbgt dapet baju baru pas lebaran.. lbh sering dijahit ama mama.. dibikin kembaran ama adekku yg memang umurnya ga jauh beda.. kita berdua srg disangka anak kembar :D..
ReplyDeletetapi skr, aku sengaja sih ga terlalu ngebiasain baju baru utk anak2ku mbak.. mungkin juga krn mw ngebrain wash mereka bahwa ngumpulin duit utk traveling jauh lbh bermakna drpd beli baju baru hahahaha ;p untungnya anakku ga maksa jg, secara baju baru toh pasti dibeliin kalo memang baju2 lamanya udh perlu digani :D
gak cuma dapet baju ya mak, dapat angpao juga ya wkwkwkwkwk
Delete