Rasa Yang Selalu Membuat Rindu Pada #Momenpertama Saat Melahirkan
Meski sudah tiga kali
melahirkan, tiga kali menimang bayi, kehamilan saya yang ke empat kemarin
merupakan sesuatu yang luar biasa. Kehamilan penuh penantian yang mendebarkan,
seolah baru #momenpertama hamil dan melahirkan kembali. Mengapa?
Dua tahun sebelum
kehamilan ke empat, saya kehilangan seorang bayi berusia 5 bulan, anak ke tiga.
Bayi mungil dengan kulit bersih dan sepasang mata bening itu harus menyerah di
ruang ICU yang dingin. Gibran, begitu
kami menamainya terlahir 12 Maret 2012 dan berpulang 15 Agustus di tahun yang
sama, tepat di ulang bulan ke lima.
Saya masih ingat
tangisnya yang memecah seisi ruang bersalin di kamis pagi , bibirnya yang
bergetar mencari puting susu, mengurai segala rasa sakit. Kepergiannya
sebenarnya sudah diprediksi oleh dokter anak
sejak berapa jam dia terlahir ke dunia, jadi sepanjang lima bulan
mengasuhnya... nyaris tiap malam saya menangis dalam doa. Bersiap atas segala
yang terjadi, namun ternyata tidak pernah ada Ibu yang siap ditinggalkan
anaknya.
Maka begitu hamil anak
ke empat, saya dan suami menyambut dengan sangat bahagia juga...berdebar. Kata
SPOG yang sudah membantu kelahiran dua anak saya sebelumnya, “Mengingat usia
dan kondisi anak sebelumnya, Ibu harus lebih hati-hati menjaga kehamilan, ya...”
Saat hamil anak ke
empat ini usia saya 37 tahun. Tidak hanya memeriksakan kandungan secara rutin,
USG rutin, mengasup asupan yang baik, tapi juga menghindari beberapa makanan
dan minuman yang tidak baik untuk ibu hamil. Terutama saat memasuki tri
semester pertama, dimana segala organ penting terbentuk. Tiap saat memanjat doa
yang baik-baik, kadang menangis karena rasa cemas yang berlebihan.
Beruntung suami, kedua
anak saya, keluarga besar dan teman-teman banyak menguatkan keyakinan saya,
bahwa semua akan baik-baik saja.
“Pasrahkan saja semua kepada
Allah sepasrah-pasrahnya, “ kata Ibu saya.
Ya, saya memasrahkan
semuanya hanya kepada Allah hingga tiba menuju HPL, tidak ada mulas, lewat HPL
sepuluh hari juga tidak ada mulas. Dokter pun meminta saya langsung ke UGD
untuk ditindak lanjut, kemungkinan diinduksi. Ahai, mengapa bisa begini? Tiga
anak sebelumnya semua lancar melalui mulas lalu lahir secara spontan.
Di rumah sakit setelah
di UGD dipriksa darah dan lain sebagainya, saya dibawa menuju ruang bersalin
untuk pemeriksaan detak jantung bayi menggunakan NST, alhamdullilah hasilnya
baik. Melakukan pemeriksaan dalam, baru pembukaan 2. Beberapa kali suster dan
bidan jaga menanyakan, apakah saya sudah megalami kontraksi? Tentu saja saya
menggeleng.
Namun saat akan
dipersiapkan semua peralatan bersalin, saya bertekat untuk bertemu dokter yang
saat itu masih praktek melayani pasien. Saya diminta tetap menunggu hingga
dokter siap membantu saya melahirkan. Sebuah kekuatan membuat saya menuju ruang
praktek dokter. Maka tanpa antri seperti pasien yang lain, saya langsung
melakukan USG lengkap dan...Trantam!
Ternyata alat USG di
tempat saya kontrol kehamilan dengan dokter yang sama (untuk periksa kehamilan
rutin saya lakukan di klinik tempat dokter tsb praktek, bukan di rumah sakit
yang untuk bersalin), tidak akurat. Di rumah sakit besar ini USG akurat
menunjukkan HPL masih 10 hari lagi. Aduuh, dokter untung saya tidak langsung
diinduksi.
Dan, ternyata maju satu
hari dari HPL saya diserang mulas yang dasyat. Berangkat ke rumah sakit pukul
sebelas siang, sampai pukul setengah dua belas siang, hujan mencurah dengan
lebatnya. Saya jadi teringat saat melahirkan anak pertama 9 tahun lalu, juga
dalam curah hujan yang sangat lebat. Berbagai doa terucap sambil menikmati
mulas yang melanda, pertarungan antara mati dan hidupnya seorang Ibu.
Suami memegang
tangannya saya, memberi kekuatan, wajahnya menahan rasa saat saya berbisik: “Yah,
doakan ya, anak kita sempurna lahir dan batinya...”
“Pasti, Bu, pasti anak
kita sempurna...” Katanya menyakinkan. Sebab kata-kata sempurna lahir dan batin
itu menghantui sepanjang kehamilan saya, mengisi doa-doa. Antara yakin dan
cemas kadang sama porsinya. Sebenarnya dokter menyarankan untuk pemeriksaa
lengkap agar jika terjadi hal tidak diinginkan kami sudah mengetahuinya dan
mental saya siap. Tapi saya menolak.
“Saya serahkan kepada
Allah saja, dok.” Begitu kata saya berusaha yakin dan tegar.
Pukul 13.15 WIB dokter
datang dengan senyum yang menguatkan. Ketahuilah tempat bersalin ini adalah
tempat dimana dulu saya melahirkan alm anak saya juga, berbagai kenangan
membuat saya berusaha kuat melakukan yang terbaik.
Pukul 13.45 WIB dengan suara
tangis yang menggema memenuhi ruang bersalin dan suara penuh kegembiraan dari
dokter-bidan-suster yang membantu proses kelahiran dan tentu saja..suami saya,
lahirlah anak ke empat kami. Saya memegangnya dari awal keluar hingga bayi
mungil itu ditaruh di atas perut saya menuju dada.
Ya Allah...
#momenpertama melihat wajahnya, matanya, memecah semua kerinduan dan kecemasan
selama 9 bulan. Bayi laki-laki ini terlahir sempurna dengan bonus tampan.
Selama menyusui, sementara dokter sibuk mengeluarkan ari-ari dan menjahit bekas
robekan jalan lahir, saya membelai buah hati yang terus berusaha menyusu.
Merasakan detak
jantungnya, gerak tangan dan kakinya yang nyata menempel di kulit saya,
bibirnya yang bergetar menghisap puting dan merenge ketika ASI belum keluar.Bau
khas ketuban, kulit yang licin bercampur lendir dan sedikit bercak darah,
sungguh ini merindukan sekali. Rasa Yang Selalu Membuat Rindu Pada
#Momenpertama melahirkan.
Saya pun menyadari, ini
adalah anak ke empat saya bukan pengganti alm Gibran. Alm Gibran tetap ada di
jiwa tersendiri, sosok yang tidak terg
antikan.
Kelahiran adalah
menambah keluarga baru, keriuhan bertambah. Pada malam-malam pertama
kelahirannya dan malam-malam selajutnya masa usus bayi mengalami tahap
urus-urus atau adaptasi dengan asupan baru terutama pada bayi ASI, bayi
akan mengalami BAB yang sangat sering,
sehari bisa lebih dari 5 kali. Sementara saya harus istirahat pasca melahirkan,
maka suami harus bisa diajak kerjasama dalam hal menggantikan popok bekas BAB
maupun pipis.
15 komentar
subhanallah mbak Eni...
ReplyDeletePendarnya cakep...
*lirik Pendar...
perjuangn banget y mbaak ngelahirinnya. untung blum di induksi.
ReplyDeleteanak adalah anugerah mbak, bersyukur adalah nikmat yang harus disgerakan.
ReplyDeleteI'm sorry to read that :( tapi kalau boleh berbagi cerita tentang alm. Anak ke-3, aku pengen baca.. Kok bisa dokternya udah lama memprediksi.. Sakit apakah alm. baby gibran? Gak bermaksud kepo ya makk.. Soalnya ini oengalaman pertama ku melahirkan, jadi butuh info banyak :) semangat.. Congrats atas anak ke4 nya makk..
ReplyDelete@Rohma azha: Alhamdullilah, waktu habis melahirkannya gak bosan-bosan menatap wajahnya
ReplyDelete@Muthi Haura:Alhamdullilah, nyaris saja karena keteledoran mesin USG, untung aku nekat minta kluar dr ruang bersalin (haduww kalau inget)
ReplyDelete@indobotol:iya anugerah yang tidak semua orang ditakdirkan memiliki. Aamiin, semoga selalu bersyukur
ReplyDelete@Beautyasti1: saat lahir usia kandunganku 8bulan, beberapa organ penting, spt paru2 tidak tumbuh dengan baik. Sakit spt pilek saja bisa memicu ke hal fatal. intinya selama hamil jaga kandungan terutama di tri semester pertama: jangan mengasup sembarangan obat, makanan, jangan terlalu capek, dll dan berdoa yang baik2, pasrah padaNya
ReplyDelete@septia rahma:alhamdullilah, mba Septi si kecil sempurnah yaaaa. Moga resep2 MPasi Pedar bermanfaat ^_^
ReplyDeletewoaaa Pendar lahirnya begituuuu. Pendan dan Gibran itu beda, dan Gibran menanti kalian di surga
ReplyDeleteKenapa hatiku turut berkecamuk? ahhh betapa ku merindukan bisa menemukan moment, mengandung, melahirkan, mengasuh,dan mendidik. HIksss kok sedih aku ya mbak?
ReplyDeleteJiah Al Jafara:Aamiin, makasih Tante Jiah..
ReplyDeleteAmri Evianti: Jangan sedih dunk, Amri...kelak waktunya akan tiba sesuai usaha kita&kehendak Allah SWT
ReplyDeletePendar, namanya benar-benar menggambarkan pendar-pendar, binar-binar di dalam dada ya mbak Eni, semoga sehat senantiasa :)
ReplyDeletealhamdulillah ...selamat mba...
ReplyDeleteoh iya salam kenal yaa.
berapa kalipun bersalin rasanya pasti tetap seperti pertama kali yaa
beda anak beda rasa hehehe..