Sunday

Ketika Anak Menemukan Situs Berbahaya

Sumber Foto Dari Google
Siapa orangtua yang tidak memiliki kekawatiran seramnya dunia maya saat ini, kekawatiran anak-anak akan terkontaminasi dunia maya yang sudah lebih seram dan bahaya dari hutan belantara?  Tentu semua orangtua memiliki kekawatiran itu, begitu juga dengan saya dan suami. Terlebih anak-anak kami makin bertumbuh, baik yang perempuan maupun yang laki-laki, tumbuh menjadi anak-anak yang semakin ingin tahu.

Dengan kekawatiran macam ini semua orangtua tentunya berusaha memproteksi anak-anak dengan berbagai cara, mulai dari mengamankan situs-situs berbahaya -pornografi dsb, memeriksa ponsel anak dengan rutin-melarang anak memiliki password ponselnya, tidak memperbolehkan anak ke warnet, tidak mengijinkan anak memiliki ponsel sendiri, dan lain sebagainya. Bahkan kadang, orangtua masih berpikir 1000 cara lagi untuk mengamankan buah hati dari kejahatan dunia maya.

Tapiiiii...anak-anak kita tumbuh bukan diam, mereka bersosialisasi, memiliki kawan-kawan yang  beragam background orangtua atau keluarganya, belum lagi berbagai kelalaian kita karena masalah ‘lupa’, belum lagi unsur ketidak sengajaan. Misalnya: Anak tidak sengaja melihat situs berbahaya (baca: dewasa) karena ketika browsing tugas sekolah, tahu-tahu link mengarah ke sana. Ini bukan hal baru lagi, saya pun sering terkecoh dengan soal link yang tahu-tahu nyasar ke situs yang tidak saya butuhkan, lebih sering ini ke situs ‘ngawur ‘ (baca: porno). Kadang, dengan alamat link yang sama persis tapi beda com sama Id, sudah langsung mengarah ke situs macam itu. Mungkin ini unsur kejahatan yang disengaja ya (geram ).


Maka dari itu saya dan suami  mengambil  cara mengamankan situs-situs berbahaya dengan mengunci internet kami ke situs tersebut, dan tidak membiarkan anak-anak memiliki ponsel sendiri. Mereka boleh memakai ponsel buat bbm atau game di ponsel saya, di jam mereka sudah pulang sekolah atau libur. Karena anak saya yang pertama sering browsing untuk kebutuhan mencari data sekolah, kami juga memperbolehkan anak-anak memakai internet di rumah selain browsing data, browsing hal-hal lain yang postif tentunya, untuk: main game di facebook saya .

Soal browsing hal-hal lain selain data, anak-anak saya, yang pertama –perempuan suka sekali browsing memecahkan game yang tidak dia ketahui, membuat kerajinan tangan, fashion disain, download novel-novel anak. Sementara yang kedua-cowok, suka browsing gambar-gambar super hero dan robot. Oya, usia anak saya yang pertama 10 tahun, kedua 7 tahun.

Apakah saya dan suami sudah merasa aman terkendali dengan kondisi anak-anak yang terancam jahatnya dunia maya? Tentu saja tidak, rasa kawatir  tetap ada dong. Ketika anak pertama saya ijin untuk memiliki facebook, saya meminta password’nya namun bukan berarti sebentar-sebentar saya membuka atau mengecek facebooknya. Saya lebih suka mendengar ceritanya ketimbang menyelidiki, di sini saya bisa melihat sejauh mana anak saya bisa jujur. Selain meminta password’nya, saya menganjuran anak saya untuk tidak menjadikan fotonya sebagai PP (duh, emaknya mah centil ya, gonta-ganti PP wkwkwkkw), tidak mengupload foto selfie’nya.

Pokoknya intinya saya gak mau ada predator inbox anak saya karena tahu itu FB milik anak-anak, karena ada kejadian anak temen (usia 12 tahun) perempuan, diinbox ajaib-ajaib dari orang dewasa. Lalu temen-temen yang  gabung juga hanya saya perbolehkan temen sekolahnya dan saya, tentunya hehehe.  Duh, segitunya ya...

Alhamdullilah, di facebook anak saya juga ga aktif. Mungkin dia hanya memenuhi rasa penasarannya karena temen-temennya banyak yang punya, selama ini dia mengadd temen-temennya dari facebook saya dan komunikasinya by facebook saya. Kalau saya terus-terusan tidak memperbolehkan memiliki sendiri, dia pasti akan semakin penasaran dan tahu-tahu memiliki sendiri tanpa saya ketahui. Lebih serema kan???

Namun, yang saya kawatirkan terjadi juga. Suatu hari saya dan suami sedang ada urusan di luar (oya, saya dan suami bekerja di rumah), kami pergi sekitar 4 jam dan ketika pulang seperti biasa saya langsung online: diam-diam setiap pergi saya selalu mengececk history sehingga saya tahu aktifitas apa saja yang dilakukan anak-anak di dunia maya saat kami tidak ada, berapa durasinya.
Dan...WHAT!!! Semua history bersih, kinclong-clong!!!

Lemes dong saya, sebagai ibu insting saya mulai bekerja, ini pasti si sulung. Sebab anak kedua saya masih jarang online dunia maya. Saya ceck rupanya kami kelupaan sehingga secara otomatis password pengunci kebuka, online bisa bocor secara bebas kemana-mana. Apa yang dibuka anak saya sampai dihapus begini???

Spontan saya mengajukan pertanyaan ke anak saya, yang nomor dua bilang: Mba, kok yang dari tadi di depan laptop (Ga mungkin juga dia bisa menghapus, dia kurang paham komputer).  Sementara anak pertama saya mengatakan beberapa alibi yang ga masuk akal soal history yang kinclong clong itu: Tadi hang, kehapus, dll (mengarah ke menyembunyikan sesuatu), sementara Closed.

Kemudian saya cari dan ditemukanlah...ternyata ada satu link yang bermuatan dewasa terbuka, ihiks! Gemeter saya langsung buka, ada satu gambar ilustrasi pasangan dewasa dan artikel yang panjang , saya ceck durasinya menandakan dibuka lalu ditutup kembali. Saya langsung diskusi dengan suami dan kami menyimpulkan ini terjadi ketidak sengajaan, tapi gimana pun juga anak saya sudah melihat meski sekilas, meski gambarnya ilustrasi. Bagaimana ini?

Suami memutuskan untuk santai dulu, saya pun langsung ke dapur, mau masak untuk makan sore. Di dapur saya gelisah, berbagai bayangan seram m enghantui (Tsaaah). Serius, saya jadi blank. Gimana kalau anak saya terus berbohong, gimana kalau anak saya benar-benar mengamati gambar itu, dsb. Akhirnya saya panggil si sulung:

  • Mba, Masak bareng, yuk! Panggil saya, kami pun masak bareng. Saya meracik bumbu, dia memotong sayuran dan obrolan pun dimulai...eng ing eng
  • Mba, tadi kamu lihat situs apa? (cara saya bertanya seperti main-main, tidak fokus padahal ini antena sigap semua)
  • Enggg-engggg...(dia meragu sambil terus memotong sayuran), sebenarnya tadi Mba lagi cari cara membuat slime terus klik link’nya, terus tertutup gambar guk-guk (kunci kami, sebagai tanda itu situs terlarang). Mba klik deh gambar guk-guk itu, dan muncul gambar serem  langsung mba tutup. Mba takut...

(Ya, karena password tersave secara ga sengaja dan kami lupa mengembalikannya, jadi deh bisa bocor)
  • Apa yang mba rasakan selain takut?
  • Mba, gak mau ingat-ingat lagi, Bu (katanya tegas dan mulai rileks)
  • Ok, ibu tahu itu. Lain kali kalau sudah ada gambar guk-guk itu jangan diklik ya (sebenarnya sih kalau password terkunci, mau diklik sampai gempor ga kebuka, ihiks), jangan juga menghapus history, apapun yang terjadi. Ibu atau Ayah gak bisa mba bohongi. 

Sambil memotong sayuran dia mengangguk.
  • Kenapa ibu sama ayah melarang anak-anaknya bebas di dunia maya, karena itu belum waktunya, Mba. Bahaya sekali buat anak kecil. Gambar atau tulisan dewasa itu bisa berusak otak anak kecil... dan ibu sama ayah sangat percaya sama Mba, jaga ya kepercayaan itu sampai Mba dewasa nanti...
  • (saya mencium keningnya)

Dan, obrolan pun berlanjut akrab. Meski saya masih menyimpan kesedihan sampai terjadi hal ini tapi setidaknya dengan tahu anak saya jujur (dicocokkan juga dengan durasi melihat dan ceritanya, pas. Dia melihat tidak sengaja dan segera ditutup) membuat saya bahagia dan lega.

Bagaimana pun, anak-anak tidak mungkin aman 100% dari bahaya dunia maya, mereka  anak-anak yang bertumbuh, bersosialisasi dan memiliki keingintahuan yang semakin besar. Jadi mungkin, memberi mereka pengertian, menumbuhkan terus kejujuran mereka, komunikasi yang baik antara orangtua dan anak, jauh lebih aman dari pada benar-benar membuat anak steril . Gak mungkin juga, kan anak cerdas, bertumbuh, bersosialisasi dengan kondisi steril.

Dan, mari bayangkan sejenak jika anak-anak kita menemukan situ dewasa, tapi kemudian memendamnya sendiri. Masuk ke dalam alam pikirnya, dicerna sesuai dengan kemampuannya? 




1 comment:

  1. serem ya kalo anak2 bebas berinternet, bahkan di tayangan kartun pun ada adegan dewasa :(

    ReplyDelete