Sebenarnya dari ke empat anak
saya (no 3 alm saat usia 5 bulan), keberhasilan saya dalam memberikan ASI, justru pada anak ke empat, Pendar. Kenapa saya sebut keberhasilan,
padahal semua anak-anak ASI? Ehmmm, hidup itu memang belajar. Mungkin, karena
itu lah keberhasilan akan sesuatu sering harus melewati sebuah kegagalan, kecil
atau besar. Begitu juga yang saya alami dalam perjuangan memberi ASI.
Saat anak pertama, Lintang, begitu lahir langsung mendapat ASI.
Sukses bayi pertama saya mengasup kolostrum atau jolong, yang banyak mengandung immunoglobulin lgA. Immunoglobulin lgA ini untuk pertahanan tubuh
melawan penyakit, seperti plasenta yang melindungi bayi. ASI saya juga sangat
melimpah, sampai harus dipompa karena Lintang belum kuat mengasup terlalu
banyak.
Berbotol-botol ASI berjajar sehingga malam saya bisa tidur nyenyak, kondisi
kesehatan saya pasca melahirkan Lintang juga tidak baik. Si Ayah lah, yang bergilir memberikan ASI melalui botol
dengan sangat telaten. Saya terbangun kalau benar-benar merasakan PD sudah
penuh saja. Sungguh, kerjasama yang baik dan membahagiakan. Tapi, ternyata
Lintang keasyikan dengan botol sehingga suatu kali dia menolak menghisap
langsung dari puting.
Awalnya saya enjoy saja. Toh, bisa
dipompa, beres. Tapi ketika usia Lintang memasuki bulan ke 4, ASI yang saya
produksi berkurang karena nyaris tidak pernah dihisap langsung. Mungkin kurang
bonding ibu dan bayi, sehingga kwantitas ASI berkurang dengan sendirinya. Tepat
menuju 5 bulan, Lintang akhirnya full konsumsi sufor. Bayi lucu dan gembul itu tampak
nikmat betul menikmati sufor dari botol, terlebih kemudian saya bekerja.
Sempurnahlah semua, say goodbye ASI ekslusif dan menyusui hingga 2 tahun...dan,
ini tanpa beban psikis. Hohoho...Ibu yang benar-benar baru belajar jadi Ibu.
Tapi kemudian soal sufor membuat kepala pening, berapa kali Lintang ganti susu karena tidak cocok. Efek
tidak cocok dari mencret, sembelit, sampai pup bercampur darah. Nano-nano banget deh saat itu, apalagi saat Lintang kena diare, harus
mencari susu yang cocok agar tidak menambah diarenya, sudah pasti harga jauh
lebih mahal.
Kemudian ketika lahir anak kedua,
ASI saya tidak keluar. Padahal segala stimulasi sudah dilakukan sesuai petunjuk
dokter. Panik dong, tanpa berpikir panjang, saya meminta suster di kamar bayi
untuk memberi Pijar sufor dulu sambil menunggu ASI keluar. Alhamdullilah, pada
hari kedua ASI keluar dengan lancar, Pijar kembali ASI.
Saat memiliki bayi Pijar,
saya sudah tidak bekerja di kantor. Tapi hanya menyambi mengajar menulis di
sebuah bimbel yang lokasinya tidak begitu jauh, itu pun hanya 3 jam. Jadi Pijar
bisa tetap ASI tanpa saya harus meninggalkan berbotol-botol Asi, sebab anak
kedua saya sudah tidak tinggal bersama orangtua. Kebetulan belum memiliki lemari
es untuk menyimpan stock ASI. Kalau pun haus dan saya belum pulang, Pijar sesekali dikasih air
putih.
Dan, ternyataaa...lagi-lagi itu
sebuah kegagalan dalam metode ASI ekslusif. Pertama, seharusnya pada saat
pertama bayi lahir yang terbaik adalah mengkonsumsi ASI, karena kondisi ususnya
paling cocok hanya ASI yang berfungsi untuk melindungi dinding usus bayi. Lalu
ASI ekslusif selama 6 bulan itu adalah benar-benar hanya ASI, tidak selain ASI,
termasuk tidak air putih.
Satu lagi info dari dokter, yang
baru saya ketahui (makanya ya, rajin nanya hehehe). Bayi baru lahir akan tetap bertahan
meski tanpa asupan apapun selama 3 hari atau 72 jam, karena bayi memiliki
persediaan asupan dari plasenta selama dalam rahim. Jadi kita tidak perlu
cemas, langsung teriak sufor begitu bayi baru lahir, ASI kita belum keluar sama
sekali. Adakah penyesalan dari segala
ketidak pengetahuan saya? Tentu ada, tapi dari pada memikirkan sesuatu yang
sudah terjadi. Saya lebih memikirkan, untuk bayi berikutnya (loh kok?). Ya, saya
berencana untuk memiliki momongan lagi. Saya akan berusaha memberikan ASI
ekslusif sebaik mungkin.
Sayang, pada anak ketiga, alm Gibran... kondisi bayi saya
tidak begitu sehat. Selain ASI, harus mengasup berbagai macam obat-obatan,
tambahan air putih juga, dan Allah SWT memanggilnya saat usianya tepat 5 bulan. Sepanjang malam saya bergulat dengan kesedihan dan kesakitan PD bengkak, pipi kuyup oleh air mata, baju kuyup oleh ASI yang keluar begitu saja. Hingga besoknya baru diberi obat oleh dokter dan dibalut lembaran kol putih, hingga tidak bengkak lagi. Seminggu baru kondisi PD normal kembali, produksi ASI perlahan berhenti.
Alhamdullilah, kemudian saya
diberi momongan kembali, Pendar. Seperti saat melahirkan Pijar, ASI saya tidak
keluar sama sekali. Tapi saya sudah berpesan kepada dokter yang menangani saya
dan suster di ruang bayi, kalau Pendar ASI ekslusif. Dokter memberi waktu 72
jam, kalau 72 jam ASI saya belum keluar bayi harus diberi asupan sufor.....WAW!
Bismillah...
Maka perjuangan dimulai,
saya diberi suplemen untuk ASI, mengasup makanan yang mendukung, dan tetap
menyusui Pendar. Mau tahu rasanya menyusui tanpa mengeluarkan ASI? PERIH!
Karena Pendar sangat kuat menghisap, sementara puting kering karena tidak
keluar ASI. Tapi motivasi dalam diri
saya sangat kuat, ASI akan keluar. Bersyukurnya, meski ASI tidak keluar Pendar
tidak menangis, asal bisa menghisap puting dia sudah tenang. Saya
membelai-belainya, mengajaknya komunikasi, kerjasama agar Asi segera keluar. Dengan skin to skin contact yang sering akan mempercepat keluarnya ASI/Kolostrum. Suami
juga sangat mendukung, memassage
sesekali, dan... hari ke 2 terlewati, ASI belum keluar juga.
"Semangat, Bu, pasti bisa. Bayi dan ASI itu sepaket dikirim Tuhan secara bersamaan, " suami saya menyemangati.
Alhamdullilah hari ketiga ASI keluar dengan melimpah ruah. Pendar menyusu dengan hikmatnya.
"Semangat, Bu, pasti bisa. Bayi dan ASI itu sepaket dikirim Tuhan secara bersamaan, " suami saya menyemangati.
Alhamdullilah hari ketiga ASI keluar dengan melimpah ruah. Pendar menyusu dengan hikmatnya.
Saya pun bisa berbisik, "say goodbye..sufor..."
Selama enam bulan saya dan Pendar
saling membonding, saling kerjasama, lagi-lagi didukung suami. Sukses Pendar
melalui ASI ekslusif selama 6 bulan. Kalau dulu kakak-kakaknya kena diare, bapil, mudah tertular flu, sementara Pendar tidak. Daya tahan tubuhnya lebih kuat, gejala-gejala penyakit ringan bapil, flu, dibooster dengan ASI sehingga tanpa obat-obatan, tanpa asupan lain, ASI saja, sehat
wal afiat.
Kini usia Pendar 13 bulan. Kemarin saat akan menginjak usia 12 bulan, Pendar jatuh sakit. Untuk pertama kalinya dibawa ke dokter dan mengkonsumsi obat dokter, rupanya Pendar terkena virus pancaroba yang menyebabkan muntah dan diare. Apa saja yang diasupnya dimuntahkan, ajaibnya cuma ASI yang bisa diasup dengan baik. Jadi lah sepanjang kondisi sakit, dia terus mengasup ASI sehingga kondisi cepat pulih dan terhindar dari dehidrasi. Jika dihitung, masih cukup panjang perjalanan saya sebagai busui, karena saya ingin menyusui Pendar sesuai sunah Rasul, sampai usia 2 tahun. Sehat terus ya, Nak...
Menyusui Juga Memerlukan Dukungan Suami=AYAH ASI |
Dukungan Suami Dibutuhkan Sejak Ibu Mengandung=AYAH ASI |
Banyak kan, perjuangan seorang ibu dalam memberi ASI ekslusif, termasuk perjuangan mencari baju yang bersahabat dengan busui. Loh kok? Iya, dong. Tanpa baju yang menunjang untuk menyusui, terus gimana mau menyusui kalau pas berpergian atau menghadiri acara. Masa ibu harus membuka bajunya dengan bebas, apalagi saya berhijab..hehehe. Meski sekarang, saya bukan wanita pekerja, tetap membutuhkan baju ibu menyusui saat berpergian ke acara kepenulisan, blogger, dll.
Kesulitan menemukan baju ibu menyusui ini, juga mempengaruhi keinginan untuk menjadi busui. Karena gak mudah buat mencari baju ibu menyusui yang nyaman dan tetap stylish. Saya termasuk yang sulit mencari baju ibu menyusui style wanita berhijab yang cocok dengan kepribadian saya, saya suka etnik
dan bergaya agak tomboy, namun tetap terlihat chic...tsaaah.
Berikut ini salah satu style baju saya sebagai busui. semoga menginspirasi..
Berikut ini salah satu style baju saya sebagai busui. semoga menginspirasi..
ASI... memang media Ibu belajar dan berjuang, tapi ASI bukan kendala buat wanita yang masih tetap ingin tampil dan bergaya, bukan ?
No comments:
Post a Comment