Pernahkah kamu mendengar atau membaca atau tahu bahwa hujan itu adalah salah satu saat mustajab buat berdoa?
Ehmmm, kira-kira 10 tahun lalu, sekitar tahun 2004 saya mengadakan perjalanan pengarungan sungai Cianten, Bogor bersama teman-teman dan sahabat saya, sebut saja X.
Pulang pengarungan hujan lebat sekali, petir membentuk ranting-ranting kemerahan yang menggurat di langit, sesekali seperti jatuh ke bumi. Mobil yang kami tumpangi terseok-seok menembus Bogor-Jakarta, kondisi malam. Sesekali Pak Sopir seperti kesulitan melalui jalan yang mungkin licin, terjal, sehingga kami para penumpangnya menjerit ketakutan. Beberapa menyebut asma Allah.
Penumpang dalam mobil bus ini sekitar 10 orang termasuk Pak Sopir, semua adalah peserta arum jeram. Meski saat di sungai kami senang dan sengaja menentang riam, terbalik, berguling-guling digulungan air Cianten, tapi menghadapi hujan deras disertai petir meski di dalam kendaraan bermobil, rasanya ngeri.
Di dalam perjalanan itu sahabat saya X tampak asyik memainkan ponselnya, dia sedang sms dengan seseorang cowok, sebut saja B, yang juga sahabat saya. X dan B memang sedang menjalin hubungan dekat.
B ini baik banget sebagai sahabat, ada rasa nyaman setiap saya ngobrol tentang apa saja meski sekedar teman. Sebenarnya teman saya yang cowok buanyak, tapi dengan B ini cukup akrab.
B termasuk pendiam tapi kalau sudah bicara soal buku-seni theater bisa berbuih-buih ia bercerita sambil menikmati berbatang rokok, cahaya matanya dipenuhi kilat mimpi yang ajaib Seakan buku dan theater adalah sebuah kesatuan yang membentuk pelangi dikehidupannya, entahlah.
Anehnya, saya justru bukan takjub dengan apa yang ia ceritakan tapi takjud akan ekspresinya ketika bercerita, akan semua yang tersaji di wajahnya ketika bicara. Apakah saya diam-diam jatuh cinta pada sahabat dan teman dekat sahabat saya X???
Tentu saya tidak berani menjawab karena tidak ada yang tanya waktu itu... hehehe
Namun entah mengapa, saat di dalam bus ini (saya duduk di depan), tiba-tiba hati saya berbisik: Ya Allah, seandainya lelaki itu (saya sebut nama B) kau berikan padaku, sebagai pendamping hidupku...
Tiba-tiba kilat yang merah dan keras terdengar sampai sopir bus disamping saya gemetar, sahabat saya X spontan mematikan ponselnya dan teman-teman di belakang teriak penuh kejut, hujan menjadi begitu deras. Seakan bumi dan hujan sedang melepas rindu yang panjang...
Lalu delapan bulan kemudian dengan berbagai proses yang alami, B tahu-tahu meminang saya jadi istrinya. TERKEJUT?
Jangankan anda, saya malah nyaris terjatuh dan tak bangkit lagi *tsaaaaaaaaaah...
Jelasnya saya shock, dan mengajukan puluhan kali pertanyaan akan kesungguhannya meminang saya. Kami juga diskusi dengan X dan beberapa teman dekat untuk kondisi ajaib ini...
Ternyata ketika Allah berkehendak... Innama amruhuu idza araada syai-an ay yaquula lahuu KUN FAYAKUUN
7 Februari 2005, dipagi yang bening-di usia saya yang ke 27tahun... saya benar-benar menjadi istri dari B atau Budi S, Ayah dari tiga anak kami: Lintang, Pijar dan Alm Gibran.
Dan ketika menulis ini...
Hujan yang tidak kalah lebat, meski tidak ada cahaya dan getar petir di langit, mengguyur pelataran rumah. Saya masih tidak lupa akan doa yang terucap di atas bus nyaris 10 tahun lalu, dimana saat itu usia saya 26 tahun dan tidak pernah menjalin hubungan dekat dengan laki-laki kecuali sahabat dalam menjejakkan kaki di alam ...
Allohumma shoyyiban naafi'aan
Ya Allah, turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat
Jika hujan saat mustajab berdoa... Maka berdoalah atas jodoh hidupmu
Dua sahabat perjalanan yang menyatu dalam Perjanjian Yang Kuat |
No comments:
Post a Comment