Menyowani Alam Melalui Aksara (SASTRA HIJAU)
Aku rindu pagi
Aku kangen jejak burung-burung gereja di pelataran
Dalam secangkir teh yang dikawinkan dengan madu
Aku merasa ditinggalkan
Alam yang dulu
Alam dicintai manusia dan mencintai manusia
Pagi di Paso yang tanpa embun, 23 Nov 2013
Berawal dari membaca
sebuah undangan workshop Seni Menulis Sastra Hijau di wall Mba Naning Pranoto,
yang akan diadakan di Gedung Manggala Manabakti, Jakarta 21 November 2013 saya
pun langsung inbox beliau, tujuan pertama adalah merealisasikan ‘sebuah
pertemuan’ dengannya yang selalu...’tertunda’ waktu. Lokasi Manggala Manabakit
lumayan dekat lah di banding rumah beliau di Sentul, hehehehe. Tapi Insaallah
tetap ingin sowan ke sana.
Woro-woro pun saya
sebar ke group BAW(Be A Writer), ternyata yang bisa ikut hanya Aida MA, seorang
penulis cantik asal Aceh dengan buku terbarunya: Kusebut Namamu Dalam Ijab dan
Kobul. Mungkin karena bertepatan dengan hari kerja, jadi BAWers yang sibuk
ngantor, sibuk anak sekolah dsb terpaksa tidak bisa ikut.
Berangkat pukul
setengah sembilan pagi dengan diantar suami sampai tujuan pukul setengah
sepuluh, saya titipkan anak-anak seharian ini kepada suami. Acara dimulai
dengan peluncuran Sastra Hijau yang disertai musik anak bangsa, pembagian bibit tanaman kepada peserta, break maksi dengan nasi bakar yang membumi
rasanya, sungguh mengalahkan restoran cepat saji J
Sekitar pukul setengah
dua acara selanjutnya dibuka oleh penulis Soesi Sastro yang dibalut baju hijau ayu
mengulas tentang bumi kita, tentang tangis alam yang tertahan badai di
perutnya...lanjut kembali Workshop Menulis Cerpen Sastra Hijau, persiapan Lomba Menulis Cerpen genre Sastra Hijau
Perhutani Green Pen Award oleh Naning Pranoto yang dibawakan dengan komikal
namun seriuuuuus. Karena sisi komikalnya ini membuat tawa saya kadang bak BOOM
dalam ruang Rimbawi nan dingin itu..hahahahaha.
Dalam balutan baju hitam, garis-garis bak pelangi merah,
biru, kurang kuningnya hehehe..sosok wanita berambut indah, lurus menjela
melebihi bahunya, dengan karakter wajah khas menyampaikan tentang sastra hijau,
sesekali bermonolog....Apa sih SASTRA HIJAU???
Kondisi bumi yang bak batang pohon rapuh, wajib untuk
diselamatkan. Salah satu upaya penyelamatan melalui budaya (cultura) terutama
dengan memanfaatkan kekuatan sastra, baik dalam bentuk prosa maupun puisi.
Karena sastra memiliki potensi ampuh dalam menyadarkan nurani tanpa kekerasan dan propaganda karena
itulah dibentuk Sastra Hijau, yang oleh Ahmad Tohari disebut sebagai Sastra
Imani. Sastra Imani yang mampu meningkatkan kesadaran hidup bergantung kepada
alam (bumi dan isinya). Atau oleh Cheryll Glotfelty dan Harold Fromm disebut
juga sebagai ekokritisisme, konsep kearifan melalui ekologi dipadu dalam karya
sastra.
Diminta cuap-cuap tentang motivasi saya menulis&tanggapan saya terhadap Sastra Hijau |
Sungguh, ini membuka mata saya lebar-lebar akan kesadaraan
tentang mencintai dan mengajak manusia mencintai bumi melalui karya, bahkan
saya jadi menyadari salah satu buku saya: Sehelai Daun Kapuk Randu, Soul Travel
In Baduy, merupakan sebuah karya menyowani alam dengan aksara...hehehehe, tentu
ini bahasa saya sendiri karena saya belum PD untuk mengatakan sebagai Sastra
Hijau, Insaallah saya akan membuat karya ke arah itu. Tentu juga sebagai
pelaku, sebab apalah artinya sebuah aksara yang mengulas ketiadaan bumi untuk
menjadi ada ketika kita si penulis, individu itu sendiri....bukan pelaku, hanya
seorang dalang aksara. Kekaguman saya pada Ahmad Tohari semakin menjadi,
bukunya Ronggeng Dukuh Paruk sebagai Sastra Hijau, dimana beliau pun pelaku
Sastra Hijau, hidup bertani sambil menulis.
Tidak hanya itu, lantas saya juga teringat teman-teman di
BAW, seperti Yeni Mulati Ahmad atau Affifah Afra dalam bukunya Kesturi dan
Kepodang Kuning, Shabrinas WS dalam dan Riawany Elyta dalam PING, Shabrina WS
dalam Always be In Your Heart, merupakan sebuah karya Sastra Hijau.
Di negara-negara maju gerakan sastra hijau sudah digalakan
sejak dahulu, di Indonesia meski pengertian sastra hijau masih sedikit asing
ternyata pada kenyataannya penulis-penulis Indonesia sudah menelurkan buku-buku
dengan genre sastra hijau. Bahkan kini dimotori oleh PERHUTANI melalui para
sastrawan seperti Naning Pranoto DKK... Sastra Hijau semakin diusung di
Indonesia.
Karena itu yuk, sebagai penulis kita menjadi pelaku dan yang
menuliskan tentang penyelamatan dunia, berikut ini ada info lomba dari
PERHUTANI, siapa yang bernapas di bumi wajib ikut!
Lomba Menulis Cerita Pendek Hutan & Lingkungan
PERHUTANI GREEN PEN AWARD
Berhadiah
Uang Tunai, Piagam dan Buku Menulia Sastra Hijau Bersama Perhutani
PERHUTANI GREEN PEN AWARD
Berhadiah
Uang Tunai, Piagam dan Buku Menulia Sastra Hijau Bersama Perhutani
Peserta
Kategori A (Pelajar SLTP dan SLTA)
Peserta Kategori B (Mahasiswa, Guru, Dosen, Penulis/Pengarang dan Umum)
Syarat-Syarat Lomba:
Peserta Kategori B (Mahasiswa, Guru, Dosen, Penulis/Pengarang dan Umum)
Syarat-Syarat Lomba:
1. Peserta lomba adalah: Warga Negara Indonesia, Pelajar SLTP dan SLTA (Kategori A) dan Mahasiswa, Guru, Dosen, Penulis/Pengarang dan Umum (Kategori , di di Tanah Air maupun yang bermukim di luar negeri
2. Lomba dibuka 22 November 2013 dan ditutup 22 Februari 2014 (Stempel Pos/Jasa Kurir)
3.
Judul bebas, tema cerita: Kehidupan manusia dan makluk hidup lainnya (binatang
dan tumbuhan) dengan berbagai aspeknya terkait dengan hutan dan lingkungan
hidup yang melingkupi eksistensi bumi
4.
Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia yang benar, indah (literer) dan komunikatif.
Boleh menggunakan jargon bahasa daerah, bahasa asing dan bahasa gaul untuk
segmen dialog para tokoh cerita
5.
Naskah yang dilombakan karya asli (bukan jiplakan, terjemahan atau saduran) dan
belum pernah dipublikasi
6.
Panjang naskah 5 – 10 halaman A4, ditik 1,5 spasi dengan huruf Times New Roman
ukuran 12 font, margin standar.
7.
Naskah diprint sebanyak 2 (dua) rangkap, file dimasukkan dalam CD dilampiri
Biodata dan Identitas (Kategori A melampirkan fotocopy Kartu Pelajar/Surat
Keterangan dari Sekolah; Kategori B melampirkan Kartu Mahasiswa/KTP bagi
Mahasiswa, Guru, Dosen dan Umum melampirkan Fotocopy KTP). Cantumkan alamat,
Telepon/HP dan E-mail yang mudah dikontak.
8.
Peserta wajib melampirkan tulisan singkat tentang salah satu kegiatan Perum
Perhutani. Tulisan ditik rapi sebanyak 70 – 100 kata, diperbolehkan menambahkan
foto apabila ada. Sumber informasi mengenai Perum Perhutani dapat diaskes di
Situs Remi: www.perumperhutani.com atau dari internet,
surat kabar, majalah dll dengan menyebut sumbernya
9.
Peserta mengirimkan karya i 1 (satu) judul, maksimal 2 (dua) judul, dikirimkan
ke Panitia Lomba Menulis Cerpen Hutan dan Lingkungan (LMCHL) Perum Perhutani –
Jl. Gedung Hijau I No.17 Pondok Indah, Jakarta Selatan 12450
10.
Naskah yang dilombakan menjadi milik penyelenggara, hakcipta pada pengarang
11.
Pemenang diumumkan 22 Maret 2014 melalui Situs:www.perumperhutani.com, www.rayakultura.net dan Grup-Grup Penulis
di Jejaring Sosial
12.
Hadiah Bagi Pemenang Kategori A
- Pemenang 1: Perhutani Green Pen Award + Uang Tunai Rp 4.000.000,-
- Pemenang 2: Piagam Perhutani Green Pen + Uang Tunai Rp 2.000.000,-
- Pemenang 3: Piagam Perhutani Green Pen + Uang Tunai Rp 1.000.000,-
- 3 (Tiga) Pemenang Karya Unggulan, masing-masing mendapat hadiah Piagam Perhutani Green Pen + Uang Tunai Rp 750.000,-
- 50 (Lima Puluh) Pemenang Harapan mendapat Piagam Perhutani Green Pen Award
13. Hadiah Bagi Pemenang Kategori B
- Pemenang 1: Perhutani Green Pen Award + Uang Tunai Rp 5.000.000,-
- Pemenang 2: Piagam Perhutani Green Pen + Uang Tunai Rp 3.000.000,-
- Pemenang 3: Piagam Perhutani Green Pen + Uang Tunai Rp 2.000.000,-
- 3 (Tiga) Pemenang Karya Unggulan, masing-masing mendapat hadiah Piagam Perhutani Green Pen + Uang Tunai Rp 1.000.000,-
- 50 (Lima Puluh) Pemenang Harapan mendapat Piagam Perhutani Green Pen Award
- Pemenang 1: Perhutani Green Pen Award + Uang Tunai Rp 4.000.000,-
- Pemenang 2: Piagam Perhutani Green Pen + Uang Tunai Rp 2.000.000,-
- Pemenang 3: Piagam Perhutani Green Pen + Uang Tunai Rp 1.000.000,-
- 3 (Tiga) Pemenang Karya Unggulan, masing-masing mendapat hadiah Piagam Perhutani Green Pen + Uang Tunai Rp 750.000,-
- 50 (Lima Puluh) Pemenang Harapan mendapat Piagam Perhutani Green Pen Award
13. Hadiah Bagi Pemenang Kategori B
- Pemenang 1: Perhutani Green Pen Award + Uang Tunai Rp 5.000.000,-
- Pemenang 2: Piagam Perhutani Green Pen + Uang Tunai Rp 3.000.000,-
- Pemenang 3: Piagam Perhutani Green Pen + Uang Tunai Rp 2.000.000,-
- 3 (Tiga) Pemenang Karya Unggulan, masing-masing mendapat hadiah Piagam Perhutani Green Pen + Uang Tunai Rp 1.000.000,-
- 50 (Lima Puluh) Pemenang Harapan mendapat Piagam Perhutani Green Pen Award
Catatan:
1. Seluruh Pemenang mendapat Buku Seni Menulis Sastra Hijau
2. Informasi Perhutani Green Pen Award dapat diakses diwww.perumperhutani.com dan www.rayakultura.net
3. Bagi yang ingin mendalami Sastra Hijau dapat mengakses Artikel-artikel Penulisan Sastra Hijau di Situs: www.rayakultura.net
Jakarta, 22 November 2013
Naning Pranoto – Koordinator Lomba
1. Seluruh Pemenang mendapat Buku Seni Menulis Sastra Hijau
2. Informasi Perhutani Green Pen Award dapat diakses diwww.perumperhutani.com dan www.rayakultura.net
3. Bagi yang ingin mendalami Sastra Hijau dapat mengakses Artikel-artikel Penulisan Sastra Hijau di Situs: www.rayakultura.net
Jakarta, 22 November 2013
Naning Pranoto – Koordinator Lomba
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dan akhir dari perjalanan saya bersama Aida MA, keluar ruang
Rimbawi diantar Yusi, salah satu undangan workshop Seni
Menulis Sastra Hijau atas
nama FLP, yang juga merupakan BAWers. Gadis muda itu bercerita tentang halaman
hatinya, sampai pelataran PERHUTANI... saya menuju lampu merah mencari angkotan
kota, Aida MA menuju stasiun Pal Merah yang padat, Yusi kembali ke dalam karena
memang acara belum usai sepenuhnya.
Mengapa saya dan Aida MA memilih pulang sebelum usai?
Beginilah seorang ibu, menjemput ilmu, impian namun tetap terpahat untuk
kembali pulang bagi anak-anaknya. Menembus Jakarta yang padat, saya harus
berganti angkutan umum sebanyak 4 kali, ba’da Magrib baru sampai rumah dengan
kondisi tidak ada nasi dan lauk, hahahaha...! Bagaimana pun juga rumah terasa
indah jika ada ibu dan ini adalah perjalanan pertama saya dari pagi hingga
malam tanpa anak-anak dan suami... hehehehe. Malam pun ditutup dengan makan
nasgor kaki lima bersama anak-anak dan suami, MERDEKA!
Sayonara |
#Sumber: Seni Menulis Sastra Hijau Bersama Perhutani-Naning
Pranoto
0 komentar