Gedung Megah FX - Jakarta Book Festival 2013
Aku
termasuk ibu yang menyukai sebuah perjalanan, konon buatku perjalanan adalah
ilmu yang dikais dengan kaki, mata dan hati, bila kita jeli. Sayangnya, aku
belum bisa melampui perjalanan ke luar pulau Jawa, duh berasa impian yang
terpendam hingga usia 36 tahun ini.
Ok,
biarlah impian pribadi itu sementara disudutkan karena aku punya Lintang dan
Pijar, dua anakku yang ‘inginku’, belajar akan perjalanan. Maka aku mulai
memfokuskan perjalanan-perjalanan pada mereka berdua. Perjalanan yang bukan
biasa, yang bukan sekedar menghibur mata dan lidah di tempat-tempat mewah
seperti mall, tapi perjalanan yang akan memperkaya jiwa mereka. Memberi ilmu
yang akan tertumpuk pelan-pelan sampai kelak mereka melanjutkan perjalanan itu
sendiri..tentu ketika itu aku sudah menua dengan secangkir teh hangat dan laptop
yang menyajikan berjuta aksara, bersama suami tercinta yang memayungiku dengan
bola matanya...
Ah,
sesungguhnya perjalanan itu tidaklah panjang, kita dibatasi kemampuan dan usia.
Karenanya aku tidak ingin terlambat walau sekejap. Dari dini, tepatnya dari
dalam kandungan Lintang sudah kubawa menyisir kota Bandung, menemani suami
riset, melampui jalan-jalan menungkik, menembus dingin yang menyemarakkan indera
kulit, ketika ia balita kami sudah membawanya ke tempat-tempat yang jauh meski
lagi-lagi meski belum mencapai luar Jawa, hiks.
Balik
ke hal yang ingin aku tulis saat ini, karena sikon dan keinginan untuk tetap
mengenalkan perjalanan kepada anak-anak. Maka aku (tepatnya bersama suami)
selalu menyelinap diantara hari Sabtu-Minggu, hari merdeka anak-anak (kalau aku
dan suami memiliki hari libur suka-suka karena kami tidak terikat karir di
luar, tapi mengelola toko buku olshop dan offline di rumah), lalu kemana kami
membawa mereka dalam pejalanan, di usia mereka yang relatif anak-anak, Lintang
baru akan 8 tahun pada tanggal 28 Nov 2013, Pijar 5 tahun?
KOTA
JAKARTA
Kota Jakarta |
Ya,
jawabannya Kota Jakarta, kota tempat kami lahir dan besar, kota yang
digadang-gadang bising, padat, kalau Bogor disebut kota hujan maka Jakarta
disebut kota debu ckckck... Beberapa teman sempat mencibir saat kami berencana
membawa perjalanan anak-anak mengintip sudut Jakarta.
“Macet,
Ni, anak-anak bakal rewel. Panas juga, mau lihat apaan? Mending ke tempat
hiburan aja atau ke mall yang dingin.”
Tapi
buatku, bukankah ilmu dapat terkais dari mana saja, pada daun kering yang jatuh
pun kita mampu mengambil Filosofinya...mengapa tidak? Daun kering jatuh dari
tangkainya, diterbangkan angin akan rebah di bumi. Menjadi pupuk atau lenyap
melebur bersama bumi, kembali ke inti kehidupan, andai... manusia
demikian, tetap bermanfaat atau berdamai kepada alam ketika kembali pada Rabb.
Maka Sabtu tanggal 5 Oktober kami memulai
perjalanan dari selter busway Ragunan, motor seperti biasa kami titip pak
parkir disana. Kami menaikin busway yang pendinginnya mulai koma, debu di kursi
menumpuk, goncangan di kursi terasa sekali.
Ehmmm...rasanya tak ubah bagai naik
kopaja atau metromini. Padahal busway yang beroperasi sejak tahun 2004 di
Jakarta ini, awalnya melebihi kenyamanan dari taksi standart lux.
Sekitar
tahun 2004 aku pertama naik busway dari selter Blok-M, pendinginnya, kursinya,
informasi mesin yang tersedia, fisik busway, benar-benar diacungi jempol.
Kuanggap sebagai transportasi umum Jakarta yang paling mewah dan murah saat
itu. Rupanya Jakarta gagal mengikuti sistemTransMilenio yang sukses di Bogota,
Kolombia, GAGAL TOTAL!
“Buswaynya
jelek ya, Bu?” komen Lintang.
“Iya,
Mba, dulu waktu ibu masih belum menikah, belum memiliki anak, busway ini lebih
keren dari taksi, lebih nyaman dalamnya. Ini lah efek manusia malas merawat,
tidak menghargai miliknya. Bisa membeli, akan sia-sia kalau tidak bisa merawat
dan menghargai...” aku bercerita panjang lebar, sementara Pijar asyik dipangku
si Ayah.
Lalu
kami memutuskan turun di Gelora Bung Karno...Aku hendak mengajak anak-anak
masuk mall besar di kawasan.Senayan
yang
cukup megah, menghadiri gelaran buku di FX bernamakan: Jakarta Book Festival
2013 yang hanya diikuti beberapa penerbit, tidak terlalu “WAH” seperti
umbul-umbul di sepanjang jalan, tidak ada GEMBYAR DISKON yang membuat kita
kalap, maka selesai membeli 1-2 buku, aku membawa mereka melihat-lihat hal ‘mewah’
yang harganya akan membuat tabungan kami ludes.
Jadinya
ya..Cuma melihat-lihat thok. Berapa kali anak-anak bertanya soal harga, seperti
sepasang highheels kinclong dan ngejreng dengan bandrol diskon 50% dari harga 1
juta...WOW!
FX |
“Jelek
kok mahal banget, Bu, mending Mba beli Ipad” (Lintang dalam rangka menabung
untuk membeli Ipad, kemarin dia sudah lolos menabung untuk membeli PS bersama
adiknya, Pijar)
“Gak boleh gitu, Mba, buat Mba atau Ibu itu sepatu jelek, norak dan harganya bikin kita geleng-geleng.. tapi buat orang lain belum tentu. Buat artis misalnya, kayak artis dangdut..itu barang yang sangat dicari kayak Mba nyari Ipad...”
“Oooh...tapi
aku ga mau jadi penyanyi dangdut, gak suka sepatunya,” Lintang mencibir. Duh, nyinyir nih anak.
“Tapi kan artis dangdut banyak d TV makanya sepatu
begini dijual.”
“Kalau
gada yang beli gak dijual yak, Bu?”
“Iya,
karena ada pembeli ada penjual. Barang apapun itu, penjual dan pembeli saling
memberi keuntungan. Kayak pembeli buku-buku ibu sama ayah di rumah tuh...”
Lintang
manggut-manggut, entah paham atau tidak, tapi setidaknya aku mau memberi
pemahaman kalau selera manusia itu beragam, kalau pedagang dan pembeli itu satu
kesatuan yang penting (sehubungan dengan aku dan suami yang penjual buku heheh).
Ada uang ada barang (Wendys-FX) |
Selesai
keliling-keliling menikmati kemewahannya, kami membelikan anak-anak makan siang
di Wendys, mereka makan nasi- ayam dengan lahap, plus memesan ice cream coklat
yang nikmat.Ehmmm... banyak hal nikmat yang bisa kita beli dengan uang,
terdengar kejam, tapi fakta yang akurat meski tidak semua.
***
Jakarta panassss |
Matahari tepat diatas kepala ketika kami memutuskan keluar dari FX, aku dan suami berencana membawa anak-anak ke Kota Tua dengan busway. Menyusuri jalan beraspal, menyeberang jalan besar dengan mobil yang seakan pura-pura buta sementara ada penyeberang jalan membawa dua anak kecil. Akan cukup lama menunggu terbakar matahari kalau kami tidak bringas menyerbu jalan untuk nyeberang, memaksa agar mobil-mobil mengalah sejenak, membiarkan kami menyeberang.
“Bu,
apa mereka gak belajar PKN? Kan mobil harus mendahulukan kepentingan
penyeberang jalan!” Seru Lintang, sementara Pijar dalam perjalanan jarang
berceloteh. Lelaki kecilku itu lebih banyak pose minta difoto atau meminta
dibelikan sesuatu untuk camilan, meminta uang untuk dibagikan ke pengemis di jalan, atau sesekali bertanya
hal-hal kecil. Tidak sekritis Kakaknya, Lintang.
“Mungkin
karena tua kali, Mba, jadi lupa sama PKN,”jawabku asal.
“Kalau
begitu ibu sama ayah makin tua rajin belajar biar pinter.”
Hahahaha,
sesederhana itu daya tangkap anak-anak, tapi tajam menusuk jika kita punya jiwa
yang jeli.
Kami
pun naik busway menuju Jakarta Kota...(Bersambung)
#Ikuti perjalanan kami ke Kota Tua
#Ikuti perjalanan kami ke Kota Tua
hihihi... eh suka loh sama lintang dng kata "jelek kok mahal banget"
ReplyDeletehahaha.. gak semua harga yng mahal bagus ya :D
wkwkwk...itu anak memang ceriwis, sepatu berhak tinggi dengan warna 'JRENG' kalau dipakai ibunya pasti jadi ketawaan kodok satu kolam ^_^
ReplyDeleteMbak, waktu saya ke Jakarta dulu (masih kuliah S1 pas liburan, 2005 apa 2006 gitu) saya juga nyobain moda transportasi Jakarta, Busway masih kinclong banget, kereeeen dah. Naik taksi, naik patas AC, naik kopaja, sampai naik bemo. Nah, terakhir pas ke Jakarta waktu kita kopdar itu, lebih nyaman memang pakai taksi, kasihan Nai hihihi...
ReplyDeleteKeren deh Lintang dan Pijar, anak-anak sekarang memang kritis yah tapi jujur :)
Iya, sekarang busway mirip kopaja,kalau lah ada yang bagus satu dua saja huhuhu.padahal awal naik saya bangga sekali Indonesia punya transportasi umum spt itu..murah lagi. dulu saya naik jam 6 pagi...fiuuuuuh, dingin dan menyenangkan. Berasa jalan-jalan di luar negeri heheheh
ReplyDeleteMungkin laskarpelangi sudah tidak asing lagi di telinga para indonesia. yaitu pulau belitung, yg kini sudah sangat booming di favorite kan sebagai tujuan wisata yg mudah & simple tuk dijangkau. cukup 1x penerbangan akses langsung dari jakarta.
ReplyDeletetapi tidak sedikit keluhan, bahwa jarak ke belitung dari jakarta sangatlah dekat dg lama penerbangan 45menit, tapi biaya perjalanan nya jauh lebih mahal daripada kunjungan ke bali.
ini yg jadi motivasi kami, ingin mencoba mereferensikan & merekomendasikan buat sobat2 semua, yg tertarik untuk berwisata ke belitung, tapi dg budget yg minimalis. kami coba menyusun info, tempat nginap, transport, dll... sehingga menjadi 1penawaran paket tour yg tidak menguras dompet. & sangat cocok utk budget kalangan menengah-kebawah. anak kuliahan. atau staff karyawan biasa.
perkenalkan!
saya selaku penulis, seorang cook disalah satu hotel dibelitung. bersama beberapa teman saya, yg juga background hotel, walaupun beda perusahaan, merampungkan pendapat, & juga berharap, ide ini bisa menjadi salah satu alternatif positif. hingga membawa anda bisa menikmati indahnya Negeri Laskarpelangi.
salam hangat dari saya,
bila ada ketertarikan anda,
untuk info yg lebih jelasnya bisa langsung hubungi saya : 081331-939505 / 219ac6dc
makasih infonya ^_^ *Nyelengin dulu nih mah
ReplyDeleteMba eni.. Tulisannya menarik.. Jadi pengen bisa nulis juga nih..
ReplyDeleteSalam,
Mba eni.. Tulisannya menarik.. Jadi pengen bisa nulis juga nih..
ReplyDeleteSalam,
ayuk belajar mba, bis agabung ditwit @BAWCommunity banyak penulis keren disana bagi-bagi ilmu ^_^
ReplyDelete