Monday

tips writing romance

tips writing romance
Tips

WRITING ROMANCE:

Menulis Roman yang Membuat Pembaca Jatuh Cinta

By Christian Simamora

Here’s the fact: sadar atau tidak, kita butuh romantisme dalam hidup. Bisa jadi, berasal dari orang spesial yang sangat kita sayangi—atau dari bacaan-bacaan romantis. Saya pribadi tak bisa menyangkal debar-debar yang dirasakan ketika kedua tokoh utama itu pertama kali bertemu. Konflik bermunculan, ketegangan seksual mulai terasa di halaman-halaman berikutnya, dan… keduanya jatuh cinta. Saya bisa menyebutkan beberapa novel roman yang meninggalkan ‘after taste’ mendalam; yang membuat saya punya harapan bahwa cinta sejati itu memang ada.

Beberapa tip di bawah ini diharapkan bisa membantu teman-teman dalam proses penulisan roman yang akan memberi pengalaman yang sama. Menulis novel roman yang akan membuat pembaca jatuh cinta.

Setting

Roman yang bagus tak hanya berkisar pada kisah cinta saja, tapi juga setting menarik yang membungkus plot cerita. Novel roman yang mendayu-dayu biasanya mengambil tempat di suburban dan pedesaan. Coba bayangkan adegan berduaan di suatu sore di padang rumput luas; menikmati sinar rembulan di tepi sungai… waaah, romantisnya!

Beberapa mungkin akan kaget karena novel ber-setting urban jauh lebih tricky daripada roman suburban. Saran saya untuk ini tak jauh berbeda dengan makelar tanah: location, location, location. Sebelum menetapkan lokasi tertentu untuk setting adegan romantis, pikirkan dulu adegan seperti apa yang kamu inginkan. Ingin ada adegan si karakter cowok meminjamkan payung pada karakter cewek yang kedinginan? Munculkan adegan gerimis, after working hours, di dekat parkiran. Saat si cewek kesulitan mencari kunci mobil di tasnya (karena buru-buru sebelum basah kuyup kena hujan), tahu-tahu si cowok muncul di belakang, memayungi si cewek sampai menemukan kuncinya.

Plot

Saya pernah mendapat e-mail tentang penulis yang bingung apakah mainstream romance sama dengan chicklit. Sebenarnya, kebingungan ini tidak perlu karena kedua sub genre ini punya dua tujuan utama yang berbeda—bisa dilihat dari plotnya. Plot chicklit biasanya tak jauh-jauh dari ambisi dan harapan perempuan: bisa jadi karier, keluarga, persahabatan, atau mungkin cinta. Di beberapa chicklit luar yang pernah saya baca, si cewek malah tak jadian dengan siapa-siapa.

Nah, plot roman jelas jauh lebih tradisional. Goal plot novel ini hanya satu: cinta. Ketika kedua tokoh akhirnya bersatu, sederhananya, mereka baru saja bertemu dengan sumber kebahagiaan. Jadi, ya, meskipun akan ada yang tak setuju dengan statement ini: novel roman umumnya berakhir bahagia. Bahkan di A Walk to Remember (Nicholas Sparks) yang karakter ceweknya meninggal pun tetap bisa dikategorikan novel happy ending.

Karakter

Tak sedikit pembaca yang jatuh cinta pada karakter cowok di novel roman. Jadi, sebagai penulis, sebaiknya kamu mempertimbangkan baik-baik saat merancang karakter cowokmu. Cowok yang lovable bukan berarti dibuat sempurna—terlalu ‘too good to be true’ justru akan menjadi batu sandungan buat novelmu. Pembaca mencintai karakter cowok yang membumi, punya ketakutan dan kemarahan, luka batin, hal yang konyol, dan bisa jadi sisi yang serius juga.

Meskipun begitu, patut diingat juga, novel roman bertema besar tentang karakter cewek yang berusaha memenangkan cinta karakter cowok yang disukainya. Beri si karakter cewek treatment serupa dengan karakter cowok. Pastikan di akhir cerita, pembaca setuju dengan kamu, bahwa mereka memang sudah ditakdirkan bersama. Karakter cewek di novel roman tak melulu lemah; dia harus mampu mengimbangi karakter cowok (Alexandra di You Belong to Me) atau malah jadi partner terbaik bagi karakter cowok (Elly di Morning Glory).

How hot is your romance?

Roman bukan soft porn, that’s for sure. Banyak yang mengira adegan ranjang di novel roman itu penting. Pride and Prejudice (Jane Austen) adalah contoh sempurna akan mematahkan ‘mitos’ itu. Kesuksesan membangun plot yang romantis terletak di cara penulis memainkan emosi dan konflik—bukan adegan seks.

————————-

APA YANG HARUS KAMU TAHU SEBELUM MEMUTUSKAN MENULIS FIKSI

PLOT

* Plot dan karakter adalah elemen yang paling vital dalam naskah dan—bisa dibilang—pertimbangan utama redaksi saat memutuskan naskah mana yang layak diterbitkan. Plot yang baik harus masuk akal, mudah dimengerti, dan—pastinya—harus menarik. Masing-masing kejadian dalam cerita diikat oleh hukum sebab akibat.
* Pada umumnya, plot fiksi itu terdiri dari rangkaian kejadian yang semakin lama semakin tinggi intensitas konfliknyaàklimaksàpenyelesaian masalah. Biasanya, semakin dekat klimaks dengan ending, malah semakin baik.
* Selain plot, kamu juga harus memikirkan sub plot dan klimaks-klimaks kecilnya. Sub plot itu bisa berupa konflik kecil yang terjadi selama plot utama.
* Hindari sub plot yang berujung klise. Misalnya, saat menulis novel romance yang dramatis, hindari plot-plot klise seperti kecelakaan, si tokoh utama mendadak terserang penyakit mematikan (penyakit klise favorit: kanker dan leukimia), dan kematian.
* Satu-dua kali momen kebetulan masih bisa diterima pembaca. Lebih dari itu, kredibilitas plotmu akan dipertanyakan.
* Plot maju dan plot mundur (flashback) sebenarnya sama saja. Semuanya dikembalikan ke kreativitas menulis kamu. Yang penting, saat menentukan plot jenis apa yang akan kamu pakai, tetap perhatikan logika cerita.

KARAKTER

* Fiksi yang bagus memiliki tokoh-tokoh yang karakternya mudah diidentifikasi pembaca. Misalnya, di novel You Belong to Me (Johanna Lindsey), semua pembaca cenderung setuju kalau tokoh Alexandra itu disebut ‘tomboy dan sangat kasar’. Dan, tokoh Vasili ‘alpha male dan playboy kelas berat’. Setiap tindak tanduk tokoh, cara berbicara, style pakaian, hobi, pekerjaan, dan bagaimana cara mereka menyelesaikan masalah konsisten mengikuti identifikasi itu.
* Tokoh-tokoh utama sebaiknya diperkenalkan di awal cerita. Semakin sering si tokoh muncul, dan semakin konsisten karakternya, akan membuat pembaca akrab dengannya. Dan, biasakan mendeskripsikan karakter tokoh sebelum setting. Lebih baik lagi kalau kamu menjelaskan setting dari sudut pandang si tokoh—jadinya jauh lebih personal.
* Protagonis dan antagonis nggak melulu harus hitam/putih. Tokoh utama yang terlalu sempurna itu membosankan. Biarkan pembaca yang memutuskan apa tokoh-tokoh di novelmu layak dicintai atau malah dibenci. Tugasmu sebagai penulis hanyalah membuat tokoh berkarakter kuat dan menjaga konsistensinya.
* Emosi tokoh sebaiknya ditunjukkan dari sikapnya. Ya, ya, kadang-kadang memang ada saja fiksi bagus yang emosi tokohnya malah dinarasikan pembaca. Tapi biasanya, teknik ini di-back up dengan kemampuan narasi yang kuat dan analisis situasi yang detail. Dan, ya, gaya menulis juga berpengaruh kuat dalam hal ini.

SETTING

* Setting terdiri dari waktu dan tempat saat cerita berlangsung. Setting harus dideskripsikan secara spesifik untuk membuat cerita seolah-olah nyata terjadi, mengatur mood dan suasana yang diinginkan. Nggak jarang setting malah menjadi sumber konflik cerita, misalnya fiksi yang bercerita tentang bencana alam.
* Setting dan karakter bisa diadu untuk menghasilkan konflik. Misalnya, karakter Adrianna, si study-oriented, di lingkungan pergaulan yang hedonis banget (Glam Girls). Semakin unik setting-nya, semakin menarik buat pembaca.

DIALOG

* Dialog membuat fiksi kamu seolah-olah nyata. Tapi… dialog novel yang meniru seratus persen cara kita mengobrol sehari-hari (basa-basi nggak penting, bergumam terlalu banyak, dsb) nggak hanya memperlambat cerita, tapi juga jadi membosankan. Hindari juga percakapan yang bertele-tele dan mengulangi statement sama berkali-kali.
* Hati-hati menggunakan dialek dalam novelmu. Kalau nggak terlalu banyak akan membuat pembaca serasa mengalami situasi seperti tokoh di novelmu. Tapi kalau kebanyakan, malah merusak rasa cerita.
* Seperti garam dalam masakan, makian dan kata-kata kasar harus digunakan sesuai kebutuhan. Kalau terlalu banyak, kesannya malah terlalu dipaksakan dan membuat pembaca ke-distract dari inti dialog yang kamu buat.
* Adu argumen yang nggak penting berakibat buruk pada ritme cerita.
* Si tokoh nggak perlu me-recap kejadian yang dijelaskan sebelumnya dalam bentuk dialog lagi. Mubazir, Dear.
* Bermain-mainlah dengan variasi dialog. Terlalu banyak ‘katanya’ atau ‘dia berkata’ membuat novelmu terasa hambar.
* Dialog dalam hati bisa membantu menjelaskan pertentangan batin si tokoh. Pakai untuk situasi dramatis atau untuk bentuk gumaman yang tak mungkin direspons tokoh lain.
* Gunakan dialog untuk membentuk pemahaman pembaca tentang karakter si tokoh.

LAIN-LAIN

* Redaksi tiap-tiap penerbit memiliki aturan berbeda-beda mengenai lama memproses naskah. Di GagasMedia, waktu yang dibutuhkan 3-4 bulan, berkaca dari banyaknya naskah masuk setiap harinya.
* Khusus naskah fiksi, redaksi akan langsung menolak naskah yang dikirim via e-mail. Kirimkan dalam bentuk hardcopy dan sudah dijilid rapi (ketentuan: Times News Roman 12, spasi 1, panjang naskah 75-150 halaman).
* Fiksi yang bagus berasal dari penulis yang nggak hanya menguasai tema yang sedang dia tulis, tapi juga karena kemampuannya bercerita.
* Penulis terkenal sekalipun nggak mengharamkan pentingnya revisi. Tapi, kadang-kadang, ada satu titik di mana kamu terlalu banyak merevisi saking nggak pedenya. Saran kita cuma satu: buru-buru tahan keinginanmu itu dan cepat-cepat kirim ke penerbit—sebelum kamu kepikiran merevisi lagi!
* Biarpun kedengarannya basi banget, saran ini terbukti manjur lho! Show, don’t tell. Misalnya, daripada menulis ‘dia marah’ lebih baik ceritakan seperti apa gesturnya saat marah. ‘Dia mengepalkan tangan di kedua sisi tubuhnya, sementara rahangnya mengeras menahan emosi. Tatapan matanya menyala-nyala menatap laki-laki yang baru saja menuduhnya mencuri uang. Bla, bla, bla….’
* Mulailah bab satu dengan momen dramatis.
* Pertarungan penulis adalah di LIMA HALAMAN AWAL. Kalau kamu gagal menarik perhatian pembaca di halaman awal, pembaca bisa langsung mengeluh bosan dan batal membaca novelmu.
* Hindari klise.
* Semakin detail cara kamu bercerita, semakin menarik novel yang kamu tulis. Gunakan lima panca indera saat menjelaskan suasana atau setting cerita. Jangan melulu hanya apa yang kamu LIHAT, tapi juga yang kamu DENGAR, RASA, CIUM, dan bagaimana EMOSI tokoh di momen itu.
* Hati-hati… kadang-kadang kepribadianmu tanpa sengaja masuk ke dalam karakter tokoh dan badan cerita. Hindari ini dan konsistenlah dengan karakter tokoh-tokoh novelmu.
* Apa yang kamu baca, itulah yang kamu tulis. Kalau sehari-harinya kamu penyuka novel detektif, nggak perlu maksa deh buat menulis novel romantis.
* Gunakan elemen kejutan dan ironi.
* Menulislah karena ingin bercerita—bukan karena dimotivasi keinginan mendapatkan royalti. Royalti adalah bonus atas kerja kerasmu. Memuaskan pembaca dengan bacaan bagus dan inspiratif adalah tujuan utama penulis.
* Semakin produktif kamu menerbitkan buku, semakin besar kemungkinan naskahmu diterbitkan.
* Penulis kreatif berpikir out of the box. Jangan melulu menceritakan kejadian apa adanya. Ganti cara berpikirmu dan cobalah menceritakan ulang dari sudut pandang berbeda.
* Menghina karya penulis lain nggak lantas membuatmu menjadi penulis yang lebih baik.

*dari berbagai sumber

1 comment: