Menulis Pantang Mundur
“Sekarang ini sampai mana kamu mempertahankan kepenulisanmu, En?”
“Maksudnya?”
“Bekeluarga punya anak tanpa pembantu, apa bisa kamu terus menulis. Setidak-tidaknya menghasilkan tulisan sebelum si Lintang besar?”
…
Percakapan diatas tercipta ketika ada seorang teman menelepon untuk mengucapkan selamat atas kelahiran putri pertama saya; Cahyaning Lintang Kinasih, 28 November 2005. Saat itu sang teman sedang tugas di Bali sehingga tak dapat datang untuk menengok saya dan buah hati seperti yang lain. Percakapan singkat saja mengingat mahalnya bea pulsa Jakarta – Bali, tapi memberi bekas yang dalam, dimana saat itu saya masih tergeletak di tempat tidur.
Membekas dan membawa ingatan pada Barbara tulisan saya yang tertumpuk tidak terselesaikan, diantaranya dua novel yang semula akan terbit 2005 tapi terus tertunda karena berbagai keadaan setelah saya bekeluarga dan mengandung., terus keabsasan saya di media cetak. Setahun saya menikah, banyak sekali hal-hal yang berhubungan dengan dunia kepenulisan terbengkalai. Padahal tulis menulis adalah dunia saya.
Lalu kini dengan kehadiran si kecil tanpa pembantu (saya belum bisa membayar jasa mereka yang kini tidak bisa dikatakan murah) ditambah kesibukan rumah lainnya (meski dibantu suami, tentu ada beberapa pekerjaan rumah yang harus saya kerjakan sendiri), akankan saya semakin terpental jauh dari dunia kepenulisan yang saya rintis dari SD. Padahal tidak mudah untuk muncul kepermukaan dan karya kita masuk media cetak maupun diterbitkan dan dibaca orang banyak?
Saya masih ingat saat bermain-main imajinasi dengan tulisan, saat menerima email dari berbagai membaca yang membeli novel saya, saat menerima honor dari tulisan saya di media cetak. Tapi mood untuk mencari bahan tulisan dan menciptakan kesempatan untuk menulis itu sedikit sulit karena rasa letih dan tekanan oleh berbagai kesibukan baru, trauma pacsa melahirkan plus mengurus buah hati yang hampir non stop 24 jam. Memiliki bayi kecil, baru dilahirkan, itu menguji kesabaran. Masih terlalu retan, tidak memiliki ritme tidur yang teratur, buang air kecil maupun BAB (buang air besar) sewaktu-waktu, bisa tengah malam atau dini hari.
…
Percakapan singkat dengan sang teman akhirnya membawa saya pada bayangn sejauh itu, sampai suatu hari penerbit saya di Yogya menawarkan untuk membuat tulisan seputar bayi berdasarkan pengalaman pribadi dan referensi yang pernah saya dapatkan baik secara lisan maupun tulisan, karena menunggu novel saya belum juga selesai. Maka mulai saya coba-coba menulis lagi, bagaimana prosesnya karena baru melahirkan beberapa hari dengan bayi mungil di sampingnya menulis?
Tulisan yang sebenarnya cukup ringan, tidak seperti menulis novel yang membutuhkan imajinasi, riset, dll, tapi karena keadaan saya tulisan jadi selesai cukup lama. Selain bisa menulis di tengah malam begitu si buah hati tertidur setelah disusui, bisa saja saat menulis itu tiba-tiba berhenti di tengah jalan karena si kecil menangis, pipis maupun BAB, menyusui (saya menyusui ekslusif), atau keletihan karena tubuh belum fit ditambah mengurus buah hati. Namun toh, tulisan itu selesai dan diterbitkan juga, Seri CINTA (Cerdas Ibu Untuk Bayi dan Balita) : Teknis & Tips Perawatan Bayi Bagi Pasangan Muda, Bukulaela-2006.
Berangkat dari sini, kemudian saya putuskan untuk menyelesaikan salah satu novel saya yang terbengkalai itu, saya pilih novel yang sedikit ringan dan tidak terlalu tebal jalan ceritanya (novel itu dibuat waktu saya mengandung 7 bulan dan belum selesai).
Mulailah hari-hari kesibukan saya diselingi menulis, kadang hanya dapat beberapa plot terputus. Kadang baru buka file belum mulai mengetik, tertunda, kadang menyusui, menidurkan buah hati sambil mengetik di depan komputer. Tak jarang suami memarahi karena waktu tidur saya, yaitu membarengi waktu tidur bayi agar bisa fit ketika bayi terbangun untuk disusui atau digantikan popoknya karena pipis maupun BAB, sesekali saya pakai untuk menulis.
Terus, terus, saya pergunakan waktu saya sebisa mungkin, hingga tak terasa walau sekali lagi, cukup memakan waktu lama juga, novel tersebut selesai dan diterbitkan, Miss Diena the Series dengan judul; Haid Pertama – Bukulaela 2006.
Saya sangat bersyukur saat putri saya menginjak usia tiga bulan saya sudah menulis dua buku, tanpa dibantu pembantu atau suster. Maka dari itu saya terima kontrak menulis novel Miss Diena the Series untuk judul-judul berikutnya, juga buku Seri CINTA (Cerdas Ibu Untuk Bayi dan Balita) untuk judul-judul berikutnya, selain mencoba menyelesaikan sebuah novel yang cukup tebal dan tertunda penerbitannya ditahun 2005 itu, tentu dengan tantangan yang lebih lagi mengingat si kecil sudah mulai banyak tingkah polahnya berikut problem-problemnya.
Dan ketika saya memutuskan untuk membagi pengalaman ini ke matabaca, 16 Maret 2007, si kecil sudah berusia 15bulan, dengan jailnya mengganggu saya untuk mengetik huruf demi huruf di keyboard. Tapi yang menggembirakan, akhirnya novel terbaru yang saya rilis bersama dua teman setebal 300hal, dengan judul Benang 3 Perempuan, yang tertunda-tunda dari 2005 itu, terbit Maret 2007. Karena itu saya jadi ingat sebuah kalimat bijak yang saya baca dari sebuah buku The Wise Words ; Do something, so we can make possibilities instead of impossibilities. Tak heran jika saya menulis terus pantang mundur, kiatnya Cuma satu: Gunakan segala kesempatan yang ada!
“Maksudnya?”
“Bekeluarga punya anak tanpa pembantu, apa bisa kamu terus menulis. Setidak-tidaknya menghasilkan tulisan sebelum si Lintang besar?”
…
Percakapan diatas tercipta ketika ada seorang teman menelepon untuk mengucapkan selamat atas kelahiran putri pertama saya; Cahyaning Lintang Kinasih, 28 November 2005. Saat itu sang teman sedang tugas di Bali sehingga tak dapat datang untuk menengok saya dan buah hati seperti yang lain. Percakapan singkat saja mengingat mahalnya bea pulsa Jakarta – Bali, tapi memberi bekas yang dalam, dimana saat itu saya masih tergeletak di tempat tidur.
Membekas dan membawa ingatan pada Barbara tulisan saya yang tertumpuk tidak terselesaikan, diantaranya dua novel yang semula akan terbit 2005 tapi terus tertunda karena berbagai keadaan setelah saya bekeluarga dan mengandung., terus keabsasan saya di media cetak. Setahun saya menikah, banyak sekali hal-hal yang berhubungan dengan dunia kepenulisan terbengkalai. Padahal tulis menulis adalah dunia saya.
Lalu kini dengan kehadiran si kecil tanpa pembantu (saya belum bisa membayar jasa mereka yang kini tidak bisa dikatakan murah) ditambah kesibukan rumah lainnya (meski dibantu suami, tentu ada beberapa pekerjaan rumah yang harus saya kerjakan sendiri), akankan saya semakin terpental jauh dari dunia kepenulisan yang saya rintis dari SD. Padahal tidak mudah untuk muncul kepermukaan dan karya kita masuk media cetak maupun diterbitkan dan dibaca orang banyak?
Saya masih ingat saat bermain-main imajinasi dengan tulisan, saat menerima email dari berbagai membaca yang membeli novel saya, saat menerima honor dari tulisan saya di media cetak. Tapi mood untuk mencari bahan tulisan dan menciptakan kesempatan untuk menulis itu sedikit sulit karena rasa letih dan tekanan oleh berbagai kesibukan baru, trauma pacsa melahirkan plus mengurus buah hati yang hampir non stop 24 jam. Memiliki bayi kecil, baru dilahirkan, itu menguji kesabaran. Masih terlalu retan, tidak memiliki ritme tidur yang teratur, buang air kecil maupun BAB (buang air besar) sewaktu-waktu, bisa tengah malam atau dini hari.
…
Percakapan singkat dengan sang teman akhirnya membawa saya pada bayangn sejauh itu, sampai suatu hari penerbit saya di Yogya menawarkan untuk membuat tulisan seputar bayi berdasarkan pengalaman pribadi dan referensi yang pernah saya dapatkan baik secara lisan maupun tulisan, karena menunggu novel saya belum juga selesai. Maka mulai saya coba-coba menulis lagi, bagaimana prosesnya karena baru melahirkan beberapa hari dengan bayi mungil di sampingnya menulis?
Tulisan yang sebenarnya cukup ringan, tidak seperti menulis novel yang membutuhkan imajinasi, riset, dll, tapi karena keadaan saya tulisan jadi selesai cukup lama. Selain bisa menulis di tengah malam begitu si buah hati tertidur setelah disusui, bisa saja saat menulis itu tiba-tiba berhenti di tengah jalan karena si kecil menangis, pipis maupun BAB, menyusui (saya menyusui ekslusif), atau keletihan karena tubuh belum fit ditambah mengurus buah hati. Namun toh, tulisan itu selesai dan diterbitkan juga, Seri CINTA (Cerdas Ibu Untuk Bayi dan Balita) : Teknis & Tips Perawatan Bayi Bagi Pasangan Muda, Bukulaela-2006.
Berangkat dari sini, kemudian saya putuskan untuk menyelesaikan salah satu novel saya yang terbengkalai itu, saya pilih novel yang sedikit ringan dan tidak terlalu tebal jalan ceritanya (novel itu dibuat waktu saya mengandung 7 bulan dan belum selesai).
Mulailah hari-hari kesibukan saya diselingi menulis, kadang hanya dapat beberapa plot terputus. Kadang baru buka file belum mulai mengetik, tertunda, kadang menyusui, menidurkan buah hati sambil mengetik di depan komputer. Tak jarang suami memarahi karena waktu tidur saya, yaitu membarengi waktu tidur bayi agar bisa fit ketika bayi terbangun untuk disusui atau digantikan popoknya karena pipis maupun BAB, sesekali saya pakai untuk menulis.
Terus, terus, saya pergunakan waktu saya sebisa mungkin, hingga tak terasa walau sekali lagi, cukup memakan waktu lama juga, novel tersebut selesai dan diterbitkan, Miss Diena the Series dengan judul; Haid Pertama – Bukulaela 2006.
Saya sangat bersyukur saat putri saya menginjak usia tiga bulan saya sudah menulis dua buku, tanpa dibantu pembantu atau suster. Maka dari itu saya terima kontrak menulis novel Miss Diena the Series untuk judul-judul berikutnya, juga buku Seri CINTA (Cerdas Ibu Untuk Bayi dan Balita) untuk judul-judul berikutnya, selain mencoba menyelesaikan sebuah novel yang cukup tebal dan tertunda penerbitannya ditahun 2005 itu, tentu dengan tantangan yang lebih lagi mengingat si kecil sudah mulai banyak tingkah polahnya berikut problem-problemnya.
Dan ketika saya memutuskan untuk membagi pengalaman ini ke matabaca, 16 Maret 2007, si kecil sudah berusia 15bulan, dengan jailnya mengganggu saya untuk mengetik huruf demi huruf di keyboard. Tapi yang menggembirakan, akhirnya novel terbaru yang saya rilis bersama dua teman setebal 300hal, dengan judul Benang 3 Perempuan, yang tertunda-tunda dari 2005 itu, terbit Maret 2007. Karena itu saya jadi ingat sebuah kalimat bijak yang saya baca dari sebuah buku The Wise Words ; Do something, so we can make possibilities instead of impossibilities. Tak heran jika saya menulis terus pantang mundur, kiatnya Cuma satu: Gunakan segala kesempatan yang ada!
1 komentar
begitu ya mbak harusnya. tekadnya membara bara gitu ya, makasih tipsnya mbak
ReplyDelete