Pada artikel sebelumnya di blog saya ini, saya pernah menulis bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang tertinggi angka stuntingnya di Asia Tenggara. Hal ini terbukti dengan laporan SKI yang menyatakan angka nasional prevalensi stunting tahun 2023 sebesar 21,5 persen, hanya turun 0,1 persen dari sebelumnya.
Kurang Edukasi Gizi Mengancam Angka Stunting di Indonesia Makin Tinggi
Apa penyebab stunting
di Indonesia?
Faktor-faktor yang
menyebabkan stunting selain lingkungan yang tidak sehat, faktor sosial ekonomi,
kesadaran masyarakat yang rendah, adalah gizi buruk. Masyarakat tidak mendapat
edukasi gizi, kesehatan ibu hamil yang rentan karena kurang asupan gizi.
Terutama hal ini terjadi di wilayah yang memiliki akses jauh dari kota,
masyakarat yang memiliki ekonomi ke bawah.
Dari Data Riset
Kesehatan Dasar 2010, terungkap bahwa angka kekurangan gizi di Indonesia masih
tinggi yakni 19.9% dan penyebab utamanya adalah kemiskinan. Makanan bergizi
identik dengan mahal, tidak terjangkau masyarakat kelas bawah, karena
kenyataannya memang kekurangan gizi banyak terjadi pada masyakat yang memiliki
keterbatasan pangan.
Disinilah dibutuhkan sinergi untuk mengedukasi
gizi agar Indoensia tidak lagi mengalami darurat pangan yang menyebabkan gizi
buruk, berakhir stunting. Sebab Indonesia sesungguhnya merupakan negeri yang
kaya akan pangan karena memiliki tanah
yang subur dan beragam sumber daya alam. Bahkan dalam lagu Kolam Susu yang
dinyanyikan group band Koes Plus, terbaca bait-bait yang menggmbarkan betapa
suburnya Indonesia:
Orang
bilang tanah kita tanah surga
Tongkat
kayu dan batu jadi tanaman.
Karena memang Indonesia
adalah negeri yang kaya pangan, saya pernah membaca menurut Data Badan Pangan
Nasional 2022 Indonesia mendudukin peringkat ketiga dengan kekayaan 77 jenis
tanaman sumber karbohidrat, 75 jenis sumber protein, 26 jenis kacang-kacangan,
389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayuran, 110 jenis rempah dan bumbu, serta 40
jenis bahan minuman. Keragaman sumber pangan ini tertinggi di dunia setelah
Brazil.
Jika sampai Indonesia
mengalami angka stunting tinggi karena dampak kurang gizi, apakah ini tidak
miris sekali?
Hayu Diah Patria: Memanfaatkan Tanaman Liar untuk Solusi Gizi Masyarakat Indonesia
Tanaman Krokot Kaya Akan ASAM Lemak Omega-3
Hayu
Diah Patria, wanita manis kelahiran Gresik- Jawa Timur tahun 1981, berawal dari
membuat penelitian tentang kandungan gizi mangrove saat menjadi mahasisiwi
Universitas Widya Mandala Surabaya pada tahun 2004, membuatnya memiliki misi
besar untuk melawan kekurangan gizi dengan memanfaatkan tanamam liar yang kerap
diabaikan karena ketidaktahuan masyarakat akan kandungan gizinya. Padahal
tanaman itu selain mudah didapat, juga gratis karena kerap tumbuh liar,
sehingga tidak memerlukan perawatan khusus.
Misi
besarnya ini diawali di Desa Galengdowo di wilayah Jawa Timur yang merupakan
desa yang memiliki akses cukup jauh dari kota. Desa miskin yang memiliki
sumber daya alam hayati melimpah. Di sini Hayu melihat terdapat tanaman liar yakni
krokot dan katsuba. Katsuba ternyata memiliki kandungan mineral, dan krokot yang
biasa digunakan untuk makanan jangkerik memiliki kandungan beragam vitamin, dan
senyawa yang bermanfaat untuk meningkatkan kecerdasan.
“Daun
Krokot banyak mengandung Lemak Asam Omega-3 yang setara dengan ikan, bermanfaat
untuk perkembangan otak anak, “ ungkap Hayu.
Tidak
hanya itu, penelitian Hayu berkelanjutan hingga beragam tanaman gulma atau
tumbuhan liar seperti bayam duri, kenikir, daun jelatang, dikenalkan ke
masyarakat di berbagai desa di Jawa Timur. Tanaman tersebut disinyalir sangat
bagus dikonsumsi untuk memenuhi gizi masyarakat karena kaya akan vitamin,
mineral, dan serat. Cara pengelolanya pun mudah, bisa direbus sebagai lalapan,
bisa ditumis, atau disayur bening, dan lain sebagainya.
Para
ibu hamil, ibu menyusui diharapkan dapat memenuhi gizinya dengan berbagai
tanaman liar yang Hayu teliti kandungannya, seperti daun jelatang yang
mengandung zat besi tinggi. Tidak hanya mengenalkan jenis tanaman liar dan
kandungannya, Hayu juga mengajarkan cara membedakan tanaman liar yang bisa
dikonsumsi, dan cara mengolahnya agar kandungan gizinya tetap terjaga.
Kiprah Hayu Dalam Edukasi Gizi Tanaman Liar
Untuk
menunjang misinya melawan kurang gizi dengan tanaman liar, tahun 2009 Hayu pun mendirikan
sebuah lembaga pemberdaya masyarakat yang fokus pada pemanfaatan tanaman liar
untuk bahan pangan, bernama Matasa, yang berfokus di Desa Galengdowo.
Hayu
juga memberdayakan ibu-ibu rumah tanggga di Desa Galengdowo yang memanfaatkan
tanaman liar sebagai bahan makanan untuk memasarkannya ke berbagai daerah
seperti Yogjakarta, Surabaya dan Jakarta. Tanaman liar tersebut diolah menjadi
beragam makanan mulai dari selai, kue, dan minuman. Tidak hanya meningkatkan
gizi masyarakat, tapi juga membuka perekonomian dari hasil penjualan tersebut.
Kini
sarjana teknologi pangan ini telah berhasil mengidentifikasikan sekitar 300 spesies
tanaman liar, dan merangkul kalangan akademis dan peneliti untuk menemukan
kandungan nutrisi yang terdapat pada tanaman liar, dan berhasil meneliti 10
tanaman pangan liar secara mendalam.
Penghargaan Satu Indonesia Awards Tahun 2011 Untuk Hayu Dyah Patria
Atas
kiprahnya pada kehidupan berkelanjutan melawan kekurangan gizi dengan tanaman liar ini, Hayu Dyah Patria mendapat
penghargaan SATU Indonesia Awards (SIA) di bidang lingkungan oleh Astra pada tahun 2011.
Tentu saja misi Hayu membutuhkan banyak support agar sampai ke seluruh pelosok Indonesia, sehingga bisa mengurangi angka kekurangan gizi yang akan menyebabkan terjadinya stunting. Yuk, kita mulai dari diri sendiri dengan menanam tanaman liar seperti krokot, bayam berduri, di halaman rumah, dan mengenalkan sebagai salah satu isi piring kita di rumah. Dan, wujudkan Indonesia Emas 2045!
Sumber data dan foto: viva.co, wikipedia, Badan Pangan Nasional